Sabda Nabi SAW:
"Seorang hamba tidaklah beriman sampai aku lebih dicintainya daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia."
Cinta yang disebutkan dalam hadits tersebut bukanlah cinta yang telah menjadi karakteristik manusia sebagai makhluk pencinta, melainkan cinta yang diusahakan. Contoh dari cinta tabiati (karakteristik) ialah kecintaaan manusia pada dirinya sendiri, siapapun secara naluriah pasti akan mencintai diri sendiri, demikianlah menurut Abu Sulaiman al-Khoththobi.
Selanjutnya al-Khoththobi mengatakan, "cintamu kepadaku
(Muhammad saw) adalah palsu sampai dirimu sirna, tenggelam dalam
ketaatanmu kepadaku, sampai engkau lebih mementingkan keridlaanku
daripada kesenangan pribadimu, walaupun untuk itu kau harus mengorbankan
nyawamu".10
Ibnu Baththol dan al-Qodli 'Iyadh mengatakan, "Cinta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian.
Pertama, cinta mengagungkan seperti rasa cinta anak pada kedua orangtuanya.
Kedua, cinta kasih sayang seperti kecintaan pada anak-anak kita.
Ketiga, cinta karena ada kesesuaian rasa dan karena pesona seperti kecintaan manusia pada umumnya.
Ketiga jenis cinta ini dapat kita asimilasikan dalam kecintaan pada Rasul".
Pertama, cinta mengagungkan seperti rasa cinta anak pada kedua orangtuanya.
Kedua, cinta kasih sayang seperti kecintaan pada anak-anak kita.
Ketiga, cinta karena ada kesesuaian rasa dan karena pesona seperti kecintaan manusia pada umumnya.
Ketiga jenis cinta ini dapat kita asimilasikan dalam kecintaan pada Rasul".
Selanjutnya Ibnu Baththol mengatakan, "Makna dari hadits di atas ialah
seseorang yang memiliki keimanan sempurna maka dia akan tahu bahwa hak
Nabi lebih kuat dibandingkan dengan hak orangtua, anak, bahkan seluruh
manusia. Sebab dengan lantaran nabi saw kita bisa selamat dari neraka
dan mendapatkan secercah petunjuk dari jalan yang sesat". Kemudian
al-Qodli 'Iyadl mengatakan, "di antara bukti kecintaan kita pada Nabi
adalah ketika kita mau memperjuangkan sunnah-sunnah Nabi dan membela
syariat beliau".11
Dalam sebuah riwayat Umar ra juga pernah
mengungkapkan perasaan cintanya pada Nabi, "Wahai Nabi! Engkau lebih aku
cintai dari segalanya, kecuali cintaku pada diriku sendiri". Nabi
kemudian menolak cinta Umar ra, "Tidak wahai Umar! Sampai aku lebih
Engkau cintai daripada dirmu sendiri". Umar ra kemudian mengatakan,
"Demi Allah! Sekarang Engkau lebih Aku cintai daripada diriku sendiri".
Nabi lantas bersabda, "Sekarang Engkau baru mencintaiku". Kecintaan kita
pada diri sendiri, apalagi pada orang lain tidak boleh sampai
mengalahkan kecintaan Kita pada Allah dan Rasul.
Setiap cinta
harus ada pembuktian, cinta yang tidak disertai dengan bukti adalah
bohong. Jika mengaku sebagai pecinta Rasul, lalu apa bukti kecintaan
kita? Jangan sampai kita memiliki anggapan kosong, mengira mencintai
Nabi, tapi sebenarnya itu tipuan setan belaka, karena ekspresi cinta
dalam hati pasti akan tampak dalam perilaku. Oleh karenanya kita harus
mengenal dan menguji kecintaan kita dengan memperhatikan beberapa
indikasi dan bukti, lalu kembali bertanya, benarkan kita telah mencintai
Nabi dengan sepenuh hati? Tanda-tanda cinta ini bisa kita ketahui dari
ekspresi lahiriyah karena cinta adalah pohon yang abik, akarnya teguh,
dan cabangnya menjulang ke langit, kemudian buahnya akan tampak dalam
hati, lisan dan anggota tubuh. Oleh karenanya, perasaan cinta pasti
dapat terbaca dari perilaku seseorang. Perilaku merupakan indikator,
sebagaimana asap yang menunjukkan keberadaan api, ada asap pasti ada api
No comments:
Post a Comment