jama'ah wahidiyah

JAMA'AH WAHIDIYAH

Tuesday, 28 February 2012

Beruntunglah Engkau Hari ini...jika engkau...


Bagaimana dikatakan berutung ??????? mari kita perhatikan Al Qur'an Surat no. 51 Adz-Dzaariyaat Ayat 56  :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (51-الذاريات:56)
Artinya kurang lebih ;
"Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU". (51-Adz-Dzaariyaat: 56).

Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan, situasi dan kondisi yang bagaimanapun hidup di dunia ini harus diirahkan untuk mengabdikan diri beribadah kepada Alloh SWT, harus menjadikan sebagai pelaksanaan dari pada '"LIYA'BUDUUNI". Jadi ibadah itu tidak hanya terbatas pada menjalankan syahadat, sholat, zakat, nuasa dan haji yang menjadi rukun Islam itu saja, juga tidak hanya teratas pada menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti membaca Al-Qur'an, membaca Dzikir, membaca sholawat dan sebagainya, akan tetapi di samping itu semua, segala gerak gerik manusia, segala tingkah laku. dan perbuatannya, sepanjang tidak melanggar larangan Alloh, harus dijadikan sebagai pelaksanaan ibadah kepada Alloh, Jika hidup manusia ini tidak selalu diarahkan untuk pengabdian diri ibadah kepada Alloh, ini berarti manusia telah menyimpang dari haluan hidup yang telah digariskan Alloh SWT dalam Ayat tersebut di atas. Suatu penyelewengan suatu penyalahgunaan mandat, suatu dosa besar yang harus segera ditobati !.
Shohabat Ibnu Abbas rodiyallohu 'anhu seorang mufassir Al Qur'an yang terkenal pada zaman Kanjeng Nabi SAW menafsirkan kata "liya' buduuni'' dalam Ayat tersebut yakni "liya' rifuuni". Artinya agar supaya mereka jin dan manusia ma'rifat, mengenal atau sadar kepada-KU (Alloh). Jadi segala hidup dan kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus sepenuhnya diarahkan atau sebagai sarana untuk ma'rifat atau mengenal Alloh SWT Tuhan Yang Mana Pencipta.
Setengah dari pada syarat yang prinsip di dalam menjalankan iba­dah yalah harus disertai adanya niat di dalam pelaksanaan perbuatan ibadah tadi. Disertai niat, niat ibadah!. Jika tidak disertai niat ibadah, apapun macamnya perbuatan, perbuatan taat sekalipun, amal perbuat­an tersebut tidak dicatat sebagai ibadah. Dan jika tidak dicatat sebagai ibadah, rupa sholat sekalipun, adalah menjadi maksiat, merupakan dosa. Sabda Rosululloh SAW menegaskan hal niat ini sebagai berikut:

إِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّياَّتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى… الحديث (رواه البخارى ومسلم وغيرهم عن عمر رضى الله عنه)
Artinya kurang lebih :
"Sesunggubnya segala amal perbuatan itu ditentukan (tergantung/dinilai) menurut niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang itu ter­gantung pada apa yang ia niatkan..."(Riwayat Bukhori dan Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul-Khottob rodiyallu 'anhumaa).
Niat itu letaknya di dalam hati. Kelihatannya seperti perkara sepele akan tetapi menentukan sekali. Jika tidak kebetulan, artinya kurang mendapat perhatian, bisa menghancurkan bangunan ibadah keseluruhannya.
Bertitik tolak dari firman Alloh dalam Surat Adz-Dzaariyat Ayat 56 dan Hadits shoheh tersebut di atas, beliau Al Mukarrom Romo K.H, Abdoel Madjid Ma'roef Muallif Sholawat Wahidiyah memberikan bimbingan praktis di dalam pelaksanaan niat ibadah sebagai realisasi dari pada "liya'abuduuni" tersebut, yaitu dengan melatih dan membiasakan hati mengetrapkan "LILLAH".

Artinya, segala amal perbuatan apa saja, perbuatan lahir dan perbuatan batin baik yang wajib, yang sunnah dan yang mubah, lebih lebih yang berhubungan langsung kepada Alloh wa Rosuulihi SAW seperti sholat, puasa, haji, baca Qur’an, baca sholawat dan sebagainya, maupun yang hubungan di dalam masyarakat di dalam kehidupan sehai-hari seperti makan, minum, tidur, istirahat, mandi, bekerja dan sebagainya, asal bukan perbuatan yang terlarang, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, asal bukan perbuatan yang melanggar syari'at dan undang-undang, pokoknya asal bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakannya supaya di sertai niat beribadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAHI TA'ALA tanpa pamrih suatu apapun. Baik pamrih duniawi maupun pamrih ukhrowi !.
Dengan menyertakan niat ibadah LILLAH (dalam hati terutama) di dalam segala perbuatan yang tidak terlarang seperti itu, menurut Hadits tersebut diatas maka perbuatan-perbuatan apa saja yang kita lakukan dapat mempunyai nilai ibadah. Dicatat dan dinilai sebagai ibadah. Dan dengan demikian maka telah bersesuaian dengan kehendak Alloh yang di gariskan didalam ayat 56 Surat Adz-Dzaariyat tersebut. Sekali lagi harus diingat bahwa yang boleh dan bahkan harus disertai niat ibadah LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada perbuatan-perbuatan yang tidak terlarang.
Adapun perbuatan - perbuatan yang melanggar syari'at, perbuatan perbuatan yang melanggar undang-undang, perbuatan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, yaitu pokoknya perbuatan perbuatan yang merugikan, baik merugikan diri sendiri maupun dan lebih-lebih merugikan orang lain, sama sekali tidak boleh disertai niat ibadah LILLAH!. Maknanya harus dijauhi dan ditinggalkan!. Betapapun kecil dan remehnya!. Harus berusaha sekuat mungkin untuk menjauhkan dan meninggalkan!.
Dan di dalam menjauhi atau meninggalkan itulah yang harus disertai niat ibadah LILLAH!. jangan sampai di dalam kita menjauhi atau me­ninggalkan mungkarot itu di dorong oleh kemauan nafsu!. Harus LILLAH  ibadah kepada Alloh!. Menjalankan printah Alloh!. Titik !. Tidak ingin begini begitul. Demikian seterusnya di dalam kita menja­lankan amar ma'ruf nahi mungkar, harus dengan niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH !. Jangan karena terdorong oleh nafsu supaya begini dan begitu !. Akan merusak dan menghancurkan nilai bangunan amal yang kita kerjakan.
Masalah pamrih atau berkeinginan, ingin kepada. hal yang menggembirakan yang menyenangkan, ingin kepada kebaikan-kebaikan seperti ingin pahala, surga dan sebagainya, atau takut dari perkara yang menakutkan seperti kesusahan, penderitaan, siksa, neraka dan sebagai­nya, itu diperbolehkan. Bahkan sewajarnya harus begitu!. Sebab manusia tidak lepas dari sifat basyariah, yang mempunyai keinginan-keinginan dan harapan-harapan serta kemauan-kemauan yang semuanya bersumber dari nafsu, dan nafsu itupun adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga menjadi makhluq yang lebih lengkap dan paling sempurna di antara makhluq-makhluq lainnya. Maka nafsu seperti itulah yang harus diarahkan!. Diarahkan menurut arah yang telah digariskan Tuhan yaitu "liya'buduuni" tersebut. Di­arahkan untuk ibadah kepada Alloh!. Jika tidak diarahkan, pasti akan terjadi himpunan hawa nafsu yang serakah dan mengakibatkan penyelewengan dan penyalahgunaan!. Akhirnya menghancurkan manusia itu sendiri bahkan bisa menghancurkan ummat dan masyarakat.
Maka di dalam berkeinginan atau pamrih seperti di atas harus di­sertai niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH !.
Jadi jelasnya, kita bersembahyang, kita berpuasa, kita mengeluarkan zakat, kita menunaikan ibadah haji, kita membaca Qur'an, membaca dzikir, membaca sholawat dan sebagainya itu supaya disertai niat ibadah yang sungguh-sungguh ikhlas LILLAH !. Jangan sampai kita melakukan semuanya tadi karena ingin surga, ingin pahala, takut nera­ka, ingin terhormat, ingin terpuji, ingin kaya dan sebagainya!. Begitu juga di dalam kita bekerja, di dalam kita belajar, di dalam kita berjuang untuk bangsa agama dan negara, di dalam kita mengurus dan mengatur rumah tangga, kita ke sawah kepasar kekantor ke toko, dan ketika kita makan minum tidur istirahat mandi dan sebagainya dan sebagainya supaya dengan niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas semata-mata LILLAH tanpa pamrih !. Begitu Juga kita berkeinginan, berkemauan, berangan-angan berpikir dan sebagainya harus disertai niat ibadah kepada Alloh - LILLAH !. Jadi benar-benar melaksanakan pernyataan yang kita baca pada setiap sholat yaitu :
اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِىْ وَمَحْحَايَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعٰالَمِيْنَ

"Sesunggubnya sholatku, ibadahku, bidup dan matiku adalah untuk Alloh Robbul 'Alamin".
Dan mengetrapkan di dalam hati apa yang sering kita baca di dalam Surat Al Fatihah":
اِيَّاكَ نَعْبُدُ

"Hanya kepada-MU yaa Alloh aku mengabdikan diri."..
Dengan demikian boleh dikatakan hati kita senantiasa bertahlil:
لآاِلَهَ اِلاَّالله
"Tiada Tuhan melainkan Alloh,"
Ilmiah dan pengertian mudah dipelajari mudah dihafal. Akan tetapi disamping ilmiah disamping pengertian, perlu diusahakan penerapan dan pelaksanaan ilmiah yang sudah kita miliki. Orang mempunyai ilmu akan tetapi ilmunya tidak diterapkan tidak diamalkan, dia sangat terkecam sekali dan akan mengalami bahaya yang sangat berat. Di dalam kitab Az-Zubad dikatakan :
فَعَالِمْ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ * مُعَذَّبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَثَنْ

"Orang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya besok akan disiksa lebih dahulu dari pada penyiksaan para penyembab brabala”

Itu suatu kecaman yang berat. Jadi jelasnya, amal perbuatan apa saja, berupa sholat sekalipun jika tidak disertai niat ibadah LILLAH otomatis disalah gunakan oleh nafsu. Atau LINNAFSI, nuruti keinginan nafsu!. Dan nafsu adalah menjadi sarang iblis dan setan !. . Kelak di neraka tempatnya !.
Di dalam Wahidiyah = alhamdu Lillah dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah di samping terus menerus melatih hati dengan niat LILLAH seperti di atas, alhamdu Lillah dikarunia banyak kemajuan dan peningkatan dalam hal beribadah kepada Alloh dengan niat ikhlas LILLAH tersebut.
Sekali lagi, amal perbuatan apa saja, atau ibadah apa saja, sekalipun rupa sholat, zakat puasa naik haji, membaca Qur’an membaca dzikir membaca tahlil membaca sholawat, menolong orang lain, memberikan shodaqoh dan amal-amal kebajikan lainnya, jika tidak disertai niat iba­dah LILLAH ikhlas karena Alloh, tidak dlcatat sebagai ibadah kepada Alloh. Dan jika tidak dicatat sebagai badah kepada Alloh berarti ibadah kepada selain Alloh. Menyembah selain Alloh !. Kepada siapa ?. Kepada nafsunya sendiri. Menyembah dirinya sendiri dengan memperalat sholat, zakat, dan seterusnya tadi. Sholatnya, zakatnya, hajinya, membaca Qur-an membaca sholawat dan sebagainya dikerjakan hanya sebagai kedok untuk nuruti keinginan nafsunya. Ingin begini ingin begitu, pamrih begini pamrih begitu dan sebagainya !. Suatu pendorhakaan terhadap Alloh yang sangat keterlaluan !. Harus cepat-cepat bertobat dan mengadakan perbaikan, atau membiarkan dirinya dibakar oleh api neraka akibat amal-amal ibadah yang tidak ikhlas LILLAH itu !. "
Mari kita mengadakan koreksi kepada diri kita masing-masing ! AL FATIHAH !........

Sekali lagi mari kita perhatikan dan kita terapkan firman Alloh
Artinya kurang lebih :
"Dan tidaklah mereka diperintah melainkan supaya menyembah (beribadah/mengabdikan diri kepada ) Alloh dengan ikhlas karena Alloh LILLAH dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka menjalankan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang tegak.".
(98-Al Bayyinah : 5).

Di dalam "Al Qur'an dan Terjemahannya" Departemen Agama RI diterangkan bahwa yang dimaksud "menjalankan agama dengan lurus" artinya terbebas dari syirik dan dari kesesatan. Untuk menyelamatkan dari bahaya "syirik" dan kesesatan, Ajaran Wahidiyah memberikan bimbingan yaitu penerapan "BILLAH".

"BILLAH"
BILLAH artinya, di dalam segala perbuatan dan gerak gerik lahir maupun batin, dimanapun dan kapan saja, supaya hati senantiasa merasa bahwa yang menciptakan dan merintahkan itu semua adalah ALLOH SWT Tuhan Maha Pencipta. Jangan sekali-kali mengaku atau merasa mempunyai kekuatan dan kemampuan sendiri!. Jadi mudahnya, menerapkan di dalam hati makna dari : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH
"Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh - Billah ".
Menerapkan firman Alloh :

1. "Dan Allohlah yang menciptakan kamu sekalian dan apa-apa yang kamu sekalian perbuat". (37 - As-Shoffaat -96).

2. "Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki (tidak dapat berkehendak) melainkan apabila dikebendaki Alloh Tuhan semesta alam". (81 - At-Takwir- 29).

Jadi jelasnya, di dalam kita melihat, mendengar, merasa, menemukan, bergerak, berdiam, berangan-angan, berpikir dan sebagainya, supaya hati selain sadar dan merasa bahwa yang menggerakkan yang menitahkan itu semua adalah Alloh!. Merasa BILLAH !. Semuanya BILLAH !. Tidak ada sesuatu yang tidak BILLAH !. Ini harus kita rasa di dalam hati !. Tidak hanya cukup pengertian dan keyakinan dalam otak !. Bukan sekedar pengertian ilmiah saja !. Kita membaca buku" ini, kita memahami buku ini - BILLAH !. Buku yang anda baca inipun BILLAH. Diri kitapun BILLAH !. Mari terus merasa begitu !. Merasa BILLAH!.
Sumber dari segala kehancuran, kebobrokan moral, penyelewengan dan penyalahgunaan, pertengkaran, permusuhan, kekacauan dan seba­gainya adalah berada di dalam nafsu. Nafsu yang mempunyai ciri khas yaitu pamrih. Maka sifat pamrihnya nafsu ini harus diarahkan. Diarahkan dengan sistim penerapan niat LILLAH dan sadar BILLAH seperti diatas.
Jika sifat pamrih itu dibiarkan tidak diarahkan dengan niat LILLAH maka akan makin menjadi-jadi dan bercokol dengan lekat sekali di dalam hati. Makin lama makin tebal, makin lama makin besar dan makin kokoh kemudian muncul satu "kerajaan" di dalam hati. Yaitu "KERAJAAN ANANIYAH" atau rasa ke-AKU-AKUAN atau egosentris. Aku yang usaha, aku yang mengerjakan, aku yang berkuasa, aku yang menentukan. Kalau tidak karena aku   ............   dstnya.
Orang yang hatinya sudah dijajah oleh imprialis nafsu seperti itu segala langkah dan amal perbuatannya disetir oleh nafsunya, dan diarah­kan kepada apa yang menjadi kepuasan nafsu. Segala amalnya, tindakannya, perbuatannya, semata-mata hanya untuk nuruti kemauan nafsunya. Tanpa memandang benar atau salah, tidak perduli haq atau batal diterjangnya. Tidak perduli, sekalipun orang lain menderita. Yang penting puas !. Itu lah sifat nafsu.. Selakah, dengki dan membabi buta. Hanya ingin enak dan kepenak, senang dan puas tanpa memperhitungkan akibatnya. Pada hal akibatnya pasti menjeromos kepada kehancuran, kebinasaan dan kesengsaraan sebab tidak mengikur tuntunan Alloh Maha Pencipta Maha Kuasa !. Bahkan tidak mau tahu kepada Tuhan-nya.
Baru setelah mengalami kesengsaraan dan kehancuran baru merasa bahwa telah diombang ambingkan oleh nafsunya sendiri. Dan jika terus mendapat pertolongan Alloh barulah dia menyadari menginsafi dosa perbuatan dan tindakannya kemudian baru mau prihatin dan bertobat. Akan tetapi jika tidak memperoleh pertolongan dari Alloh, dia akan makin terus berlarut-larut di dalam kesengsaraan dan di dalam kegelapan penyesalan yang merongrong jiwanya. Penyesalan di dunia masih ada kesempatan untuk memperbaiki, masih ada harapan bisa tertolong. Akan tetapi penyesalan di akhirot sudah tidak berarti, tidak ada kesem­patan untuk memperbaiki. Pintu tobat sudah tutup. Sudah terlambat. Tinggal. merasakan kepedihan siksa dahsyat buat selama-lamanya. !.
Oleh karena itu selagi masih ada kesempatan di dunia ini, mumpung masih hidup belum pindah ke alam kubur, harus usaha sekuat mungkin untuk membebaskan diri dari imprialis nafsu tersebut ! . Untuk berperang melawan nafsu, melepaskan diri dari blenggu imprialis nafsu !. "Jihaadun-nafsi", memerangi nafsu!. Mulai sekarang juga !. Jangan ditunda-tunda !. Nafsu harus kita kuasai harus kita arahkan !. Cara yang paling praktis dan tanpa risiko untuk menguasai dan mengarahkan nafsu yalah terus menerus menerapkan sadar BILLAH disamping niat LILLAH seperti di atas dan sambil dipupuk dengan Mujahadah Sholawat Wahidiyah. Sadar BILLAH adalah masalah yang paling pokok !. Ini soal iman, soal tauhid yang menentukan bahagia atau tidaknya seseorang !. Harus kita perhatikan dengan sungguh-sungguh. !.
"Jihaadun-nafsi" adalah perang besar-besaran yang tidak mudah. Mungkin kalah mungkin menang. Sekalipun bagaimana beratnya ji­haadun-nafsi akan tetapi setiap orang yang menginginkan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirot harus meiakukannya !. Kalau tidak berbuat berarti kalah!. Kalah dan dikuasai oleh imprialis nafsunya !. Menjadi budak dari pada nafsunya!. Maju mungkin tatu, akan tetapi mundur jauh lebih hancur!. Mandeg,kejiret !. Maka dari itu lebih baik harus terus maju !. Maju melawan, menguasai dan mengarahkan nafsu !.
Sekembalinya pasukan islam dari perang Badar Rosuululloh SAW bersabda:

رَجَعْناَ مِنَ الْجِهَادِ اْلاَصْغَرِى اِلَى الْجِهَادِ اْلاَكْبَرِ. قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الجِهَادُ اْلاَكْبَرِ قَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم: جِهَادُ النَّافْسِ (رواه البيهقى)

Artinya kurang lebih. :
"Kita baru kembali dari perang kecil dan akan menghadapi perang besar". Ditanyakan oleh para shohabat : yaa Rosuulalloh, perang besar yang mana lagi ?. Menjawablah Rosuululloh saw. "Jihaadun-nafsi" - memerangi nafsu ". (Riwayat Baihaqi).
Jadi tiap manusia pasti berhadapan dengan nafsunya sendiri-sendiri. Dan oleh karena itu harus memerangi nafsunya itu !. Nafsu harus dikuasai dan diarahkan oleh manusia !. Jangan sebaliknya, manusia yang dikuasai dan dikendalikan oleh nafsu !.
Cara yang paling praktis untuk menguasai dan mengarahkan nafsu yalah dengan :
a.    Melatih  hati   dengan  niat  LILLAH  dan sadar BILLAH,  dan
b.    Bersungguh-sungguh   di   dalam    bermujahadah   berdepe-depe memohon ampunan, perlindungan dan petunjuk Alloh SWT,
Asal sungguh-sungguh, pasti diberi petunjuk dan pertolongan oleh Alloh, sebagaimana firrnan-NYA :
فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا(29-العنكبوت-69) وَالَّذِينَ جَاهَدُوا
Artinya kurang lebih  :
"Dan orang-orang yang berjihad bersungguh-sungguh di dalam menuju kepada Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami". (29 - Al Ankabut - 69).
Sekali lagi, orang yang tidak mau jihaadunnafsi, tidak mau memerangi dan mengarahkan nafsunya, tidak atau kurang Mujahadahnya istilah Wahidiyah, dia tidak bisa bebas dari cengkeraman imprialis naf­sunya. Otomatis dia jauh dari Alloh !. Makin lama makin jauh, makin lama makin berlarut-larut. ngujo (melampiaskan) nafsunya. Dan dia tidak merasa bahwa diperbudak nafsunya. Makin banyak amal-amal ibadahnya makin dalam dia terjeromos di dalam lumpur dosa. Dia tidak merasa. Sekalipun kelihatan lahiriahnya menjalankan ta'at menjalankan ibadah begini begitu, akan tetapi sesungguhnya bukan ibadah kepada Alloh melainkan menyembah kepada nafsunya sebab tidak disertai niat yang ikhlas LILLAH. Ada pamrih yaitu nuruti keinginan nafsu. Pamrih ingin pahala, ingin surga agar selamat dari neraka, ingin terhormat ingin terpuji ingin mulya dan sebagainya dan sebagainya.
Ibadah yang tidak ikhlas karena Alloh, tidak LILLAH, tidak akan diterima, oleh Alloh. Dan kalau ibadah tidak diterima, bukan ibadah lagi namanya melainkan maksiat. Berat akibatnya lebih-lebih besok di akhirot.
Lebih berat lagi dari pada itu yalah kalau disamping ibadahnya yang sudah tidak ikhlas itu dia mengaku atau merasa mempunyai kemampuan sendiri. Merasa mampu menjalankan ibadah. Dia tidak sadar bahwa dapatnya melakukan ibadah itu adalah karena mendapat fadlol pertolongan dari Alloh swt. Dia ingkar terhadap pemberian Alloh. Dia tidak sadar BILLAH.
Orang yang tidak merasa BILLAH otomatis ujub, riyak dan takabbur sekalipun dalam kadar yang sangat halus sekali.
"Yang disebut 'ujub yalah merasa atau mengaku dirinya mempunyai kelebiban atau mempunyai kemampuan ".
Apabila rasa berkemampuan itu diperlihatkan kepada orang lain, diperlihatkan dengan lisanul-hal atau dengan lisanul-maqol lebih-lebih dengan keduanya namanya "riyak". Dan apabila merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain, namanya takabbur.
Pertingkah hati seperti 'ujub, riyak takabbur dan sebagainya adalah perbuatan yang merusak menghancurkan ama-amal ibadah yang dikerjakan pada saat itu oleh karena termasuk syirik mempersekutukan Alloh. Syirik khofi - syirik mempersekutukan Alloh secara samar-samar. Sekalipun syirik khofi itu tidak sampai merusakkan iman akan tetapi tetap syirik dan justru berat sekali akibatnya. Justru merupakan sumber segala penyelewengan dan penyalah gunaan, sumber dari segala kedholiman. Dan umumnya orang tidak merasa, saking halusnya. Karuan se­kali kalau syirik jali - mempersekutukan Tuhan secara terang-terangan. Dia jelas-jelas ingkar terhadap Alloh, dia kafir tidak punya iman. Sedangkan kalau syirik khofi dia masih mempunyai iman masih percaya kepada Alloh, akan tetapi dengan diam-diam dia mengimbangi menandingi Alloh. Dia merampas atau menggasap hak-haknya Alloh, merong-rong kekuasaan Alloh, mengekup kekuasaan Alloh !. Mengapa tidak ?. Allohuqoodirun - Alloh yang berkuasa. Ini percaya. Akan tetapi di samping itu dia juga merasa kuasa merasa mempunyai kemampuan. Buktinya bisa berusaha bisa bekerja   bisa menjalankan. ibadah. Kalau tidak
karena usahaku.....dapatkah rizki jatuh sendiri dari langit?........
dan sebagainya.
Dosa syirik, sekalipun syirik khofi berat sekali siksa dan akibatnya. Firman Alloh  :
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِك بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (4-النساء:48)
Artinya kurang lebih  ;
"Sesungguhnya Alloh tidak memberi ampun jika dipersekutukan dan Alloh mengampuni dosa-dosa selain dosa syirik bagi orang yang IA kehendaki; dan barang siapa syirik Billah maka sungguh ia telah melahirkan dosa besar". (4 -An-Nisaak -48).
Dengan dasar firman Alloh itulah disamping pengamalan dzauqiyyah maka beliau SYekh Abi! Hasan Asy - Syadzali Ghoutsu Zamanihi rodiyallohu 'anhu memberikan peringatan :
مَنْ لَمْ يَتَغَلْغَلْ فِى عِلْمِنَا هٰذَا كَانَ (وَفِى رِوَايَةٍ مَاتَ) مُصِرًّا عَلَى الْكَبآئِرِ وَاِنْ عَمِلَ مَا عَلِمَ وَهُوَ لاَيَعْلَمْ
"Barang siapa tidak mencicipi ilmuku ini (sadar BILLAH) maka dia tetap membawa dosa besar sekalipun betapa banyak ibadahnya dan dia tidak menyadarinya".
Berat sekali akibat dan siksanya dosa syirik. Jangankan seperti kita-kita para ummat yang penuh berlumuran dosa, sedangkan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW yang Habiibulloh nomer satu, juga para Nabi dan para Rosul sebelum Kanjeng Nabi 'ala Nabiyyina wa 'alaihimus-sholaatu wassallam, yang beliau beliau tersebut sudah dijamin ma'shuum terpelihara dari dosa-dosa, masih juga diberi peringatan oleh Alloh SWT tentang syirik. Firman Alloh. ;
وَلَقَدْ اُوْحِىَ اِلَيْكَ وَاِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰاسِرِيْنَ.
Artinya kurang lebih :
"Dan sungguh telah diwahyukan kepada-Mu dan kepeda orang-orang (Nabi-Nabi) sebelum Engkau, jika Engkau melakukan syirik pasti amal-amal-Mu menjadi lebur. dan (oleh karenanya) Engkau termasuk golongan orang-orang yang mengalami kerugian besar". (39 - Az-Zumar - 65).
Begitu beratnya ancaman Alloh terhadap orang yang melakukan dosa syirik. Dosa tidak merasakan makna "LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH". Makin banyak ibadahnya makin besar dosanya, makin berat siksanya. Amal-amal yang baikpun ikut hancur lebur tiada gunanya tidak ada manfaatnya. Malah di samping tidak ada manfaatnya, besok di akhirot dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan.
Maka dari itu mujaahadatun-nafsi harus senantiasa terus menerus ditingkatkan di dalam tiap gerak dan laku!. Antara lain dengan terus menerus melatih hati LILLAH BILLAH. Dan jangan sampai berhenti karena merasa sudah bisa LILLAH BILLAH !. Dapatnya mengetrapkan LILLAH BILLAH itu juga harus merasa BILLAH !. Jangan merasa dapat LILLAH BILLAH sendiri. Dan dapatnya BILLAH yang kedua juga BILLAH !. Dan seterusnya.
Nafsu itu pandai sekali menggoda hati. Tidak hanya di dalam keadaan maksiat saja hati digoda dirayu oleh nafsu, akan tetapi justru di dalam keadaan tho'at pun makin kuat usaha dan tipu daya nafsu untuk menggelincirkan agar tho'atnya menjadi rusak menjadi ternoda. Buktinya ketika orang sedang di dalam sembahyang misalnya, nafsu menggoda dengan mengajak hati ingat ini ingat itu, bahkan mengakui itu bisa sembahyang; sembahyangku paling khusyu', orang-orang pada melihat aku, aku lebih baik lebih rajin lebih khusyuu' dari pada si Anu si Anu dan sebagainya. Maka timbullah 'ujub riyak takabbur ketika sedang sembahyang. Pokoknya, nafsu senantiasa mengintip mencari kesempatan dan siap siaga untuk mencaplok hati yang lengah, hati yang tidak ingat kepada Alloh, hati yang tidak merasa BILLAH !. Sekejap saja hati lengah, secepat kilat nafsu menguasai dan memerintah hati menyelewengkan arah tujuan pokok.. Jika hati menjadi sadar BILLAH kembali, nafsupun melarikan diri dengan sendirinya. Akan tetapi selalu siap untuk mengadakan serangan penggodaan berikutnya dengan cara yang lebih halus lagi. Maka dari itu kita harus senantiasa waspada dengan terus meningkatkan penerapan LILLAH BILLAH dan dibantu dengan Mujahadah - Mujahadah Sholawat Wahidiyah !.
Beliau Al Mukarrom Romo K.H. Abdoel Madjid Ma'roef Muallif Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah menganjur-amanatkan ke­pada kita agar supaya lebih memperbanyak membaca kalimah nidak :
يَاسَيِّدِى يَارَسُوْلَ الله
kapan dan dimanapun- kita berada dan ada kesempatan, di samping Mu­jahadah Wahidiyah pada waktu tertentu. Kita baca dengan lisan atau
dalam batin melihat situasi dan kondisi. Alhamdu Lillah besar sekali manfaatnya bagi hati di dalam menerapkan LILLAH BILLAH.
Kita bahas lagi tentang BILLAH. Sebab ini masalah pokok, masalah TAUHID, masalah IMAN yang paling menentukan. Ada perbedaan di dalam pengetrapan LILLAH dan BILLAH.
Pengetrapan niat LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada hal-hal yang tidak dilarang syari'at. Perbuatan atau tindakan yang dilarang syari'at, baik perbuatan lahir ataupun perbuatan batin sama sekali tidak boleh disertai niat LILLAH !.Seperti maksiat misalnya, sama sekali ti­dak boleh diniati sebagai ibadah LILLAH !. Maknanya tidak boleh di-kerjakan !.
Adapun kesadaran rasa BILLAH itu mutlak. Tidak terbatas melainkan menyeluruh. Menyeluruh dalam segala keadaan, situasi dan konsisi, dalam segala tingkah laku lahir maupun batin, harus . ... harus merasa BILLAH !. Tanpa kecuali. Tidak membe da - bedakan tho'at atau maksiat. Sekalipun di dalam keadaan maksiat (baik yang tidak disengaja ataupun yang disengaja), harus merasa BILLAH !.
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِالله
"Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh - Billah",
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ  (4-النساء:78)

"Katakanlah   (wahai Muhammad)  segala sesuatu itu datang dari Alloh". ( 4 - An-Nisaak - 78).
Orang maksiat yang tidak merasa BILLAH dosanya dobel. Pertama dosa maksiat itu sendiri, dosa melanggar syari'at, dosa melanggar larangan Alloh dan kedua dosa tidak sadar BILLAH. Bahkan dosa yang kedua ini yang lebih berat. sebab termasuk dosa syirik sekalipun syirik khofi, syirik secara samar-samar. Bidang TAUHID harus begitu. Harus BILLAH !.
Hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa kita diperboleh melakukan maksiat asal sudah bisa BILLAH. Tidak, tidak berarti begitu. Perkara boleh atau tidak, itu bidang syari'at bidang LILLAH !. Sedang BILLAH adalah bidang iman, bidang TAUHID !. Kita harus mengisi segala bidang !. Kita isi sepenuh mungkin !. Di dalam bidang syari'at, maksiat tetap maksiat, dilarang menjalankannya. Harus dicegah dan dihindari sekuat mungkin !. Apabila terpaksa menjalankan maksiat harus diakui itu terlarang tidak boleh dikerjakan. Maka harus cepat-cepat menghindar dan bertobat. Di dalam kita menghindarkan diri dari maksiat dan bertobat itulah yang harus disertai niat LILLAH disamping sadar BILLAH senantiasa ! . Begitu seterusnya !.
Ayat berikutnya yakni Ayat nomer 79 An - Nisak berbunyi  :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (4-النساء:79)

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Alloh, dan apa saja bencana yang menimpa dirimu adalah dari kesalahan dirimu sendiri." (4 - An-Nisak - 79).
Ini contoh bagaimana kita mengisi bidang syari'at dan bidang adab. Apa yang kita rasakan baik harus kita sadari itu dari pemberian Alloh, maka kita harus meningkatkan syukur kita kepada Alloh. Dan apa yang kita rasakan tidak baik harus kita akui dengan jujur bahwa itu adalah akibat perbuatan dan kesalahan kita. Akibat
dosa-dosa kita. Maka harus secepatnya bertobat memohon ampun dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik. Harus merobah sikap atas perbuatan yang kurang baik tadi !.
Begitu pengetrapan segi LILLAH segi syari'atnya. Adapun segi B1LLAH, segi Tauhid, harus kita sadari kita rasakan bahwa semua itu BILLAH.
LAA HAULA WALAAQUWWATA ILLA BILLAH. "QUL KULLUM-MIN 'INDILLAH" seperti diatas.
Alhamdu Lillah !. Bifadillahi wa rohmatih, wabisyafaa'ati Rosuulil-
lahi SAW wa tarbiyatih, wa bibarokati wa nadhroti wa karomati Ghoutsi Haadzaz-Zaman wa A'waanihi wa saairi Auliyaai - Ahbaabillahi rodiyallohu Ta'ala 'anhum, alhamdu Lillah kita para Pengamal Wahidiyah dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah di karuniai bertambah kuat daya tahan mental hati kita dari godaan-godaan dan pengaruh jahadnya nafsu sehingga di karuniai lebih mudah dan bertambah-tambah di dalam mengetrapkan LILLAH —BILLAH, sekalipun masih harus senantiasa usaha kearah peningkatan yang lebih baik lagi !.
ALHAMDU LILLAH, HAADZA MIN FADLI ROBBI !.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّىْ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَتاَناَ * بِالْوَاحِدِيَّةِ بِفَضْلِ رَبِّناَ
(Segala puji bagi Allob yang telh mendatangkan kepada kami Sholawat Wabidiyah dan Ajaran Wabidiyah dengan fadlol Tuhan kami).
يَاسَيِّدِى الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ يَارَءُوْفُ يَارَحِيْمُ
(Duhai Pemimpin kami, sholawat dan salam semoga tercurah ke pangkuan-Mu duhai Kanjeng Nabi yang bersifat rouf, duhai Kanjeng Nabi yang bersifat kasih sayang).

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (9-التوبة:128)
"Sesungguhnya telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terbadap orang-orang mukmin".
وَالآلِ قَدْ اُسْرِعَتْ الْحَوَآئِجُ * بِكَ الْهُدَى الرِّضَا الْفُتُوْحُ الْفَرَجُ
(Dan begitu juga (sbolawat serta salam semoga tercurah) kepada Keluarga-Mu duhai Kanjeng Nabi. Sungguh, berhasilnya bermacam-macam hajat, datangnya berbagai petunjuk dan keridloan Alloh dan terbukanya hati (serta jalan) sehingga bisa keluar dari bermacam - macam kesulitan dan kesempitan, semua itu telah dipercepat (bagi kami), sebab memperoleh jasa-jasa baik dari Engkau duhai Kanjeng Nabi).

اَنْتَ الْمُشَفَّعُ الشَّفِيْعُ اشْفَعْ لَناَ * عِنْدَ الْكَرِيْمِ عَبَدًا وَرَبِّناَ
(Engkau duhai Kanjeng Nabi yang dapat mensyafa'ati dan diterima syafa'atnya; syafa'atilah kami disisi Tuhan Maha Mulya, dan didik serta bimbinglah kami selama-lamanya !).
Begitulah pada hakekatnya, sebab yang mutlak dari segala fadlol dan robmat Alloh SWT itu, bahkan sebab diciptakannya seluruh makhluq ini, tidak lain adalah Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad shollallohu ‘alaihi wassallam. Oleh sebab itu kita wajib syukur dan sadar atau ma'rifat atau mengenal lahir batin kepada Kan­jeng Nabi SAW.
Cara bersyukur terima kasih kepada Kanjeng Nabi SAW yang praktis dan meliputi yalah dengan mengetrapkan dalam hati "LIRROSUL— BIRROSUL" disamping merasa "Bihaqiiqotil Muhammadiyyah"

No comments:

Post a Comment