Ada yang menarik saat membahas
ayat-ayat tentang puasa ini (QS. 2:183-188). Ayat-ayatnya diawali dengan
perintah untuk melaksanakan puasa agar menjadi orang bertakwa (QS.2:183).
Setelah itu pada akhir rangkaian ayat, Allah berfirman: “Dan janganlah sebagian
diantara kamu memakan harta sebagian diantara kamu dengan cara yang bathil” (QS.2:186).
Hal ini mengindikasikan bahwa ibadah puasa seseorang seharusnya dapat membuat
orang tersebut tidak memakan harta yang bukan haknya. Jadi bohong kalau setiap
tahun puasa, tapi korupsi, suap menyuap dan mark-up tidak berhenti. Ada yang
salah dengan puasa orang tersebut. Hal ini logis, dalam ibadah puasa, kita
dilatih untuk menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami istri. Tentunya
makanan dan minuman yan ada di rumah kita merupakan harta yang halal. Lalu
pasangan pun adalah sesuatu yang halal karena telah diikat dengan ikatan yang
sah. Logikanya, yang halal saja tidak boleh dinikmati karena puasa, apalagi
yang haram. Oleh karenanya orang yang lulus dalam training atau perkaderan
Ramadhan seharusnya bisa lebih sensitif mana yang halal dan mana yang haram.
Maka kalau saya boleh usul ke KPK, saya akan usulkan bulan Ramadhan menjadi
bulan anti-korupsi.
Lalu mari kita lihat pertengahan
ayat, Allah swt. berfirman : “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
(Muhammad) tentangKu, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku akan menjawab doa orang
yang berdoa kepadaKu, maka tunaikanlah kewajiban dan yakinlah, agar mereka
mendapat petunjuk” (QS.2:186). Kalau kita melihat ayat ini secara sekilas, maka
kita tidak akan menyangka bahwa ayat ini berada di tengah-tengah perbincangan
puasa. Hal ini jelas karena tidak ada satu kata pun yang mengindikasikan
keterkaitannya dengan puasa. Tapi biar bagaimanapun ayat ini terselip diantara
perbincangan puasa. Maka pasti ada hikmah dan makna mengapa Allah swt.
meletakan ayat ini di tengah-tengah rangkaian ayat puasa. Kalau kita coba
kaitkan, hal ini berarti puasa bisa membuat manusia lebih dekat dengan Allah
swt. Lalu setelah dekat dengan Allah, maka doa atau permintaan orang tersebut
akan dijawab oleh Allah. Lantas, bagaimana puasa dapat membuat seseorang dekat
dengan Allah? Mari sejenak kita memahami hakikat diri kita terlebih dahulu.
Siapa kita? Kita ini adalah makhluk Allah berjenis manusia. Imam Al Ghazali
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari 2 unsur, yakni jasad
dan ruh. Unsur jasad atau jasmani ini diciptakan Allah dari saripati yang
berasal dari tanah (QS.23:12). Dalam ayat lain bahwa jasad ini berasal dari air
mani yang bercampur (QS.76:2). Intinya jasad ini diciptakan dari sesuatu yang
hina dan rendah. Lain lagi dengan unsur yan satunya yaitu ruh. Ruh ini berasal
dari zat Allah yang ditiupkan ke dalam jasad tadi (QS.15:29)(QS.38:72). Jasad
dan ruh ini tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Kalau jasad saja
tanpa ruh, namanya mayyit. Kalau ruh saja tanpa jasad, wallahu a’lam apa
namanya. Namun dapat dibedakan karena asalnya berbeda seperti yang telah
disebutkan.
Kalau Isaac Newton berhasil
menemukan teori gravitasi, maka ini pun berlaku terhadap ruh dan jasad tadi.
Jasad yang asalnya dari tanah, kecenderungannya adalah kembali ke tanah.
Sehingga jasad kita inilah yang membuat kita menyukai hal-hal yang bersifat
tanah. Kita suka makan dan minum, asal keduanya dari tanah. Kita menyukai lawan
jenis, lawan jenis terbuat dari tanah. Ibu-ibu menyukai perhiasan, perhiasan
tersebut ditambang dari tanah. Benda-benda yang asal dari tanah ini, oleh kita
sering disebut hal-hal duniawi. Hasrat kita untuk kembali ke tanah ini, oleh
kita sering disebut hawa nafsu. Sebaliknya, ruh karena asalnya datang dari
Allah Yang Maha Suci, maka kecenderungannya ingin kembali ke asalnya. Oleh
karena asalnya dari Tuhan, maka kecenderungan ruh ini ingin dekat dengan Tuhan.
Unsur ruh ini dalam keseharian sering kita sebut hati nurani atau fithrah.
Permasalahan yang timbul adalah kita lebih sering memenuhi keinginan-keinginan
rendah atau hawa nafsu kita. Hal ini menyebabkan si ruh terpenjara dalam jasad
sehingga tidak bisa dekat dengan asalnya. Sehingga ada istilah “lubuk hati yang
paling dalam”, inilah perilaku sebagian besar manusia, menenggelamkan ruh ke
dasar hati yang paling dalam. Padahal seharusnya ruh lah yang mengendalikan
hawa nafsu. Nah karena ruh ini ingin kembali mendekati Allah, namun gagal, maka
menjeritlah ia. Inilah sebenarnya penyebab utama dari sindrom galau. Galau terjadi
saat nurani kita terkurung oleh hawa nafsu dan belum bisa mendekati asalnya
yaitu Tuhan. Maka orang yang dekat dengan Tuhan sudah pasti anti-galau.
Barulah nyambung dengan pembahasan
tentang puasa. Puasa ini adalah sarana untuk memperlemah hawa nafsu kita. Dalam
puasa kita tidak boleh makan, minum dan berhubungan badan supaya jasad kita
lemah. Kalau jasad kita sudah lemah, maka ruh akan bebas bergerak untuk
mendekati asalnya yaitu Tuhan. Kalau tidak percaya, coba tanyakan ke
orang-orang yang sudah lanjut usia. Lebih kuat mana keinginan untuk beribadah
saat sudah 60 tahun, atau 17 tahun? Biasanya orang tersebut menjawab lebih kuat
saat sudah 60 tahun. Hal ini karena fisiknya sudah lemah, sehingga ruh nya
lebih longgar untuk bergerak. Lantas bagaimana kalau kita sudah dekat dengan
Allah? Seperti kata ayat tadi, Allah akan menjawab semua permintaan kita. Tapi
ingat, cara menjawab Allah tuh bermacam-macam. Allah bisa menjawab dengan
kontan mengabulkannya karena Allah tahu kita sanggup menerimanya. Allah bisa
menjawab tidak mengabulkan langsung apa yang kita minta melainkan menggantinya
dengan yang lebih baik. Hal ini karena Allah lebih tahu mana yang kita lebih
sanggup dan menjadi kebaikan untuk kita. Allah bisa saja menjawab tidak
mengabulkannya di dunia, tapi jadi tabungan yang akan meringankan kita di
akhirat. Intinya jawaban Allah terhadap doa orang-orang yang dekat denganNya
bisa bermacam-macam, namun semua itu pasti baik di mata Allah. Sehingga tidak
ada alas an bagi orang beriman (yang sudah dekat dengan Allah) untuk galau,
karena apabila dia dianugerahi nikmat dia bersyukur, apabila ditimpa musibah
dia bersabar. Syukur dan sabar adalah suatu kebaikan bagi pelakunya. Maka kalau
tidak syukur, ya sabar, tidak ada tuh kata galau dalam hidup kita.
No comments:
Post a Comment