jama'ah wahidiyah

JAMA'AH WAHIDIYAH

Thursday, 26 July 2012

Kenapa GALAU.....



Ada yang menarik saat membahas ayat-ayat tentang puasa ini (QS. 2:183-188). Ayat-ayatnya diawali dengan perintah untuk melaksanakan puasa agar menjadi orang bertakwa (QS.2:183). Setelah itu pada akhir rangkaian ayat, Allah berfirman: “Dan janganlah sebagian diantara kamu memakan harta sebagian diantara kamu dengan cara yang bathil” (QS.2:186). Hal ini mengindikasikan bahwa ibadah puasa seseorang seharusnya dapat membuat orang tersebut tidak memakan harta yang bukan haknya. Jadi bohong kalau setiap tahun puasa, tapi korupsi, suap menyuap dan mark-up tidak berhenti. Ada yang salah dengan puasa orang tersebut. Hal ini logis, dalam ibadah puasa, kita dilatih untuk menahan diri dari makan, minum dan hubungan suami istri. Tentunya makanan dan minuman yan ada di rumah kita merupakan harta yang halal. Lalu pasangan pun adalah sesuatu yang halal karena telah diikat dengan ikatan yang sah. Logikanya, yang halal saja tidak boleh dinikmati karena puasa, apalagi yang haram. Oleh karenanya orang yang lulus dalam training atau perkaderan Ramadhan seharusnya bisa lebih sensitif mana yang halal dan mana yang haram. Maka kalau saya boleh usul ke KPK, saya akan usulkan bulan Ramadhan menjadi bulan anti-korupsi.
Lalu mari kita lihat pertengahan ayat, Allah swt. berfirman : “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentangKu, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku akan menjawab doa orang yang berdoa kepadaKu, maka tunaikanlah kewajiban dan yakinlah, agar mereka mendapat petunjuk” (QS.2:186). Kalau kita melihat ayat ini secara sekilas, maka kita tidak akan menyangka bahwa ayat ini berada di tengah-tengah perbincangan puasa. Hal ini jelas karena tidak ada satu kata pun yang mengindikasikan keterkaitannya dengan puasa. Tapi biar bagaimanapun ayat ini terselip diantara perbincangan puasa. Maka pasti ada hikmah dan makna mengapa Allah swt. meletakan ayat ini di tengah-tengah rangkaian ayat puasa. Kalau kita coba kaitkan, hal ini berarti puasa bisa membuat manusia lebih dekat dengan Allah swt. Lalu setelah dekat dengan Allah, maka doa atau permintaan orang tersebut akan dijawab oleh Allah. Lantas, bagaimana puasa dapat membuat seseorang dekat dengan Allah? Mari sejenak kita memahami hakikat diri kita terlebih dahulu. Siapa kita? Kita ini adalah makhluk Allah berjenis manusia. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri dari 2 unsur, yakni jasad dan ruh. Unsur jasad atau jasmani ini diciptakan Allah dari saripati yang berasal dari tanah (QS.23:12). Dalam ayat lain bahwa jasad ini berasal dari air mani yang bercampur (QS.76:2). Intinya jasad ini diciptakan dari sesuatu yang hina dan rendah. Lain lagi dengan unsur yan satunya yaitu ruh. Ruh ini berasal dari zat Allah yang ditiupkan ke dalam jasad tadi (QS.15:29)(QS.38:72). Jasad dan ruh ini tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Kalau jasad saja tanpa ruh, namanya mayyit. Kalau ruh saja tanpa jasad, wallahu a’lam apa namanya. Namun dapat dibedakan karena asalnya berbeda seperti yang telah disebutkan.
Kalau Isaac Newton berhasil menemukan teori gravitasi, maka ini pun berlaku terhadap ruh dan jasad tadi. Jasad yang asalnya dari tanah, kecenderungannya adalah kembali ke tanah. Sehingga jasad kita inilah yang membuat kita menyukai hal-hal yang bersifat tanah. Kita suka makan dan minum, asal keduanya dari tanah. Kita menyukai lawan jenis, lawan jenis terbuat dari tanah. Ibu-ibu menyukai perhiasan, perhiasan tersebut ditambang dari tanah. Benda-benda yang asal dari tanah ini, oleh kita sering disebut hal-hal duniawi. Hasrat kita untuk kembali ke tanah ini, oleh kita sering disebut hawa nafsu. Sebaliknya, ruh karena asalnya datang dari Allah Yang Maha Suci, maka kecenderungannya ingin kembali ke asalnya. Oleh karena asalnya dari Tuhan, maka kecenderungan ruh ini ingin dekat dengan Tuhan. Unsur ruh ini dalam keseharian sering kita sebut hati nurani atau fithrah. Permasalahan yang timbul adalah kita lebih sering memenuhi keinginan-keinginan rendah atau hawa nafsu kita. Hal ini menyebabkan si ruh terpenjara dalam jasad sehingga tidak bisa dekat dengan asalnya. Sehingga ada istilah “lubuk hati yang paling dalam”, inilah perilaku sebagian besar manusia, menenggelamkan ruh ke dasar hati yang paling dalam. Padahal seharusnya ruh lah yang mengendalikan hawa nafsu. Nah karena ruh ini ingin kembali mendekati Allah, namun gagal, maka menjeritlah ia. Inilah sebenarnya penyebab utama dari sindrom galau. Galau terjadi saat nurani kita terkurung oleh hawa nafsu dan belum bisa mendekati asalnya yaitu Tuhan. Maka orang yang dekat dengan Tuhan sudah pasti anti-galau.
Barulah nyambung dengan pembahasan tentang puasa. Puasa ini adalah sarana untuk memperlemah hawa nafsu kita. Dalam puasa kita tidak boleh makan, minum dan berhubungan badan supaya jasad kita lemah. Kalau jasad kita sudah lemah, maka ruh akan bebas bergerak untuk mendekati asalnya yaitu Tuhan. Kalau tidak percaya, coba tanyakan ke orang-orang yang sudah lanjut usia. Lebih kuat mana keinginan untuk beribadah saat sudah 60 tahun, atau 17 tahun? Biasanya orang tersebut menjawab lebih kuat saat sudah 60 tahun. Hal ini karena fisiknya sudah lemah, sehingga ruh nya lebih longgar untuk bergerak. Lantas bagaimana kalau kita sudah dekat dengan Allah? Seperti kata ayat tadi, Allah akan menjawab semua permintaan kita. Tapi ingat, cara menjawab Allah tuh bermacam-macam. Allah bisa menjawab dengan kontan mengabulkannya karena Allah tahu kita sanggup menerimanya. Allah bisa menjawab tidak mengabulkan langsung apa yang kita minta melainkan menggantinya dengan yang lebih baik. Hal ini karena Allah lebih tahu mana yang kita lebih sanggup dan menjadi kebaikan untuk kita. Allah bisa saja menjawab tidak mengabulkannya di dunia, tapi jadi tabungan yang akan meringankan kita di akhirat. Intinya jawaban Allah terhadap doa orang-orang yang dekat denganNya bisa bermacam-macam, namun semua itu pasti baik di mata Allah. Sehingga tidak ada alas an bagi orang beriman (yang sudah dekat dengan Allah) untuk galau, karena apabila dia dianugerahi nikmat dia bersyukur, apabila ditimpa musibah dia bersabar. Syukur dan sabar adalah suatu kebaikan bagi pelakunya. Maka kalau tidak syukur, ya sabar, tidak ada tuh kata galau dalam hidup kita.