jama'ah wahidiyah

JAMA'AH WAHIDIYAH

Wednesday, 6 August 2014

Apakah Kita Pernah Malu....seperti pemuda Tsa’labah bin Abdurrahman Radiyallahu ‘anhu



Tsa’labah bin Abdurrahman Radiyallahu ‘anhu

 Tersebutlah seorang pemuda dari kaum anshar yang bernama Tsa’labah bin Abdurrahman telah masuk Islam. Dia sangat setia melayani Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan cekatan. Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam mengutusnya untuk suatu keperluan. Dalam perjalanannya dia melewati rumah salah seorang dari Anshar, maka terlihat dirinya seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Dia takut akan turun wahyu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menyangkut perbuatannya itu. Maka dia pun pergi kabur.
 Dia berlari menuju ke sebuah gunung yg berada diantara Mekkah dan Madinah dan terus mendakinya. Tsa’labah tinggal disana dan senantiasa bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menangis selama empat puluh hari. Kepergian Tsa’labah membuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam merasa kehilangan.
Lalu Jibril alaihissalam turun kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, `Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku.'”
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan para sahabatnya untuk mencari Tsa’labah. Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam berkata, “Wahai Umar (ibn Khaththab) dan Salman (al-Farisi)! Pergilah cari Tsa’labah bin Aburrahman, lalu bawa kemari.”

Keduanya pun lalu pergi hingga sampailah mereka menyusuri perbukitan di sekitar Madinah. Dalam pencariannya itu mereka bertemu dengan salah seorang penggembala Madinah yang bernama Dzufafah.
Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau tahu seorang pemuda di antara perbukitan ini?”
 Penggembala itu menjawab, “Apakah yang engkau maksud seorang laki-laki yang lari dari neraka Jahanam?”
 “Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka Jahanam?” tanya Umar.
 Dzaufafah menjawab, “Karena, apabila malam telah tiba, dia keluar kepada kami dari perbukitan ini dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan-Mu!”
 “Ya, dialah yang kami maksud,” tegas Umar.
 Akhirnya mereka bertiga pergi bersama-sama.
Ketika malam menjelang, keluarlah dia dari antara perbukitan itu dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, “Wahai Tuhan!, seandainya saja Engkau cabut nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti-nanti keputusan-Mu!”
Lalu Umar menghampirinya dan mendekapnya.
Tsa’labah berkata, “Wahai Umar! Apakah Rasulullah telah mengetahui dosaku?”
“Aku tidak tahu, yg jelas kemarin beliau menyebut-nyebut namamu lalu mengutus aku dan Salman untuk mencarimu.”, jawab Umar.
Tsa’labah berkata, “Wahai Umar! Jangan kau bawa aku menghadap beliau kecuali dia dalam keadaan shalat”
Ketika mereka menemukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam tengah melakukan shalat, Umar dan Salman radiyalahu ‘anhuma segera mengisi shaf. Tatkala Tsa’labah mendengar bacaan ayat Allah yang dibaca Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam, dia tersungkur dan jatuh pingsan.
Setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mengucapkan salam, beliau bersabda, “Wahai Umar! Wahai Salman! Apakah yang telah kau lakukan Tsa’labah?”
Keduanya menjawab, “Ini dia, wahai Rasulullah!”
Maka Rasulullah berdiri dan menggerak-gerakkan Tsa’labah yg membuatnya tersadar.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berkata kepadanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?”

Tsa’labah menjawab, “Dosaku, ya Rasulullah!”
 Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam mengatakan, “Bukankah telah kuajarkan kepadamu suatu ayat yang apat menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan?”
 “Benar, wahai Rasulullah.”, jawab Tsa’labah.
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Katakan… Ya Tuhan kami, berilah kami sebahagiaan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka.” (QS al-Baqarah: 201)
 Tsa’labah berkata, “Dosaku wahai Rasulullah, sungguh sangat besar.”
 Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Akan tetapi kalamullah lebih besar.
Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan Tsa’labah agar pulang kerumahnya. Di rumah dia jatuh sakit selama delapan hari.
Mendengar Tsa’labah sakit, Salman pun datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Masihkah engkau mengingat Tsa’labah? Dia sekarang sedang sakit keras.” 
Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam datang menemuinya dan meletakkan kepala Tsa’labah di atas pangkuan beliau. Akan tetapi Tsa’labah menyingkirkan kepalanya dari pangkuan beliau.
“Mengapa engkau singkirkan kepalamu dari pangkuanku?” tanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
 “Karena aku penuh dengan dosa.” Jawabnya
 Beliau bertanya lagi, “Bagaimana yang engkau rasakan?”
 “Seperti dikerubuti semut pada tulang, daging, dan kulitku.” Jawab Tsa’labah.
 Beliau bertanya, “Apa yang kau inginkan?”
 “Ampunan Tuhanku”, jawabnya.

Maka turunlah Jibril ‘alaihissalam dan berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu, `Kalau saja hamba-Ku ini menemui Aku dengan membawa sepenuh bumi kesalahan, niscaya Aku akan temui dia dengan ampunan sepenuh itu pula.’ (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka segera Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam membertahukan hal itu kepada Tsa’labah. Mendengar berita itu, terpekiklah Tsa’labah dan langsung meninggal.
Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan agar Tsa’labah segera dimandikan dan dikafani.
Ketika telah selesai menyalatkan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berjalan sambil berjingkat-jingkat. Setelah selesai pemakamannya, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami lihat engkau berjalan sambil berjingkat-jingkat.”
 Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Demi Zat yang telah mengutus aku sebagai seorang nabi yang sebenarnya! Karena banyaknya malaikat yang turun melayat Tsa’labah.”

Subhanallah… Allahu Akbar!