Petunjuk Allah bagi hambaNya untuk melakukan “perjalanan” di alam dunia, kita ketahui dan imani semua ada dalam Al-Qur’an dengan penjelasan dalam Hadits. Allah menciptakan makhlukNya sudah berikut dengan petunjuk untuk “perjalanan”, sehingga aneh sekali ada manusia dengan hawa nafsunya, ke-aku-an atau egonya mencoba membuat petunjuk sendiri atau pemahaman sendiri sehingga kehidupannya gelisah dan khawatir, bingung dan bimbang, kecewa, kesedihan dan tidak bahagia, keimanannya turun-naik dan lain-lain persoalan hidup. Begitu pula kita temukan manusia yang bersikap pragmatis (serba kepentingan) dan bersikap permisif (serba boleh) sehingga yang terjadinya bukan taat pada kebenaran atau menegakkan kebenaran , namun kenyataannya mereka melakukan pembenaran pada perbuatan atau pemahaman, yang pada akhirnya serba kebohongan dan ada yang larut dalam sikap munafik.
Intisari Petunjuk Allah bagi hambaNya untuk melakukan “perjalanan” di alam dunia atau bisa kita katakan sebagai “konsep menjalani kehidupan”, Alhamdulillah bisa kita temukan dalam al Qur’an pada surah Al-Fatihah khususnya ayat ke 5, yang artinya
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (Al-Fatihah : 5)
Tahukah pembaca, bahwa upaya pertama dan utama serta sungguh-sungguh yang harus dilakukan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah upaya “menyembah Allah”.
Itulah apa yang Allah inginkan (keinginan Allah) sebagaimana firmanNya yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Az Zariyat : 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (al Hijr: 99)
Memenuhi keinginan Allah adalah tujuan hidup manusia.
Upaya yang harus dilakukan manusia adalah “menyembah Allah”, lalu apa upaya selanjutnya ?
Upaya selanjutnya adalah semua atas pertolongan Allah sesuai dengan firmanNya yang artinya “hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan“
atau Laahaulaa walaaquw-wata il-laabillahil ‘aliy-yil ‘adziim, ”Tiada daya upaya dan kekuatan selain atas izin/pertolongan Allah”
Kalau boleh kita simpulkan upaya manusia selanjutnya adalah Islam atau “Berserah diri” kepada Allah.
Selengkapnya mengenai “berserah diri” Allah telah memberi tahu bahwa kalau manusia bersandar(berserah) kepadaNya, berarti berada pada jalan yang lurus, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
“Siapa yang bersandar kepada Allah, berarti ia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus” (QS Al Imran : 101 )
Allah mengatakan jika manusia mengikuti jalan yang lurus maka manusia merupakan bagian dari manusia yang telah diberi ni’mat sebagai contoh kebahagian dalam melakukan perjalanan di dunia. Selengkapnya mengenai “bahagia” silahkan baca tulisan pada
Allah telah berjanji jika manusia memenuhi keinginan Allah (upaya utama manusia) yakni beribadah / menyembah pada Allah, maka Dia akan memenuhi segala kebutuhan manusia dalam perjalanannya di alam dunia.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka”. (QS Al Thalaq : 2)
“Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya” (QS Al Thalaq : 3)
Jadi sebenarnya manusia tidak perlu bingung, khawatir, bimbang, gelisah akan kebutuhannya dalam perjalanan di alam dunia karena Allah yang akan mencukupinya.
Juga, manusia dalam menjalani perjalanannya di alam dunia, Allah pula yang akan mengajari atau memimpin hambaNya.
“…Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarimu (memimpinmu); dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al Baqarah, 2: 282).
Sedangkan ulama, pembimbing spiritual, guru, mursyid adalah alat atau sarana yang “dipergunakan” oleh Allah untuk mengajari atau memimpin hambaNya dalam melakukan perjalanan hidup.
Selengkapnya mengenai “alat atau sarana”, silahkan baca tulisan pada
Setelah upaya kita berserah diri kepada Allah adalah upaya menjalankan “pilihan” Allah, secara ikhlas/rido, sabar , istiqomah, profesional dan diakhiri dengan tawakal.
Sebagaimana firman Allah yang artinya “Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan“. (QS Qashash : 68)
Jadi kelirulah ungkapan orang pada umumnya bahwa “hidup adalah pilihan kita (manusia)”. Hidup bukan pilihan kita !
Pilihan kita semata-mata hanyalah “beribadah / menyembah kepada Allah”.
Kebahagian sejati adalah menjalani kehidupan sesuai dengan pilihan Allah.
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui ”pilihan” Allah, jalan satu-satunya adalah mendekat kepada Allah, mengenal Allah (ma’rifatullah) atau terhubung (wushul) dengan Allah. Syarat untuk mengenal Allah atau terhubung dengan Allah adalah manusia harus dalam keadaan suci dan bersih baik jasmani maupun ruhani, yakni harus mengetahui ”pakaian” ruhani diantaranya mengenal diri, hawa nafsu, akhlak, seputar hati, tazkiyatun nafs sehingga manusia dapat ”bersaksi” dengan sebenar-benarnya ”bersaksi” kepada Allah.
Manusia dengan ”pakaian” ruhani yang suci dan bersih akan hidup terpuji
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya
”Pakailah pakaian yang baru, hiduplah dengan terpuji, dan matilah dalam keadaan mati syahid” (HR.Ibnu Majah)
Dalam hal ini makna kata kiasan dari “pakaian yang baru” adalah “pakaian” ruhani yang suci dan bersih.
Akhir dari perjalanan hidup manusia di dalam dunia adalah kematian. Manusia yang selalu menjaga “pakaian” ruhani tetap baru atau suci dan bersih akan mati dalam keadaan syahid (bersaksi).