jama'ah wahidiyah

JAMA'AH WAHIDIYAH

Friday 9 August 2013

MUJAHADAH KUBUR


Kepada Seluruh Pengamal Sholawat Wahidiyah
Di Manapun Berada



di Sampaikan Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1434 H,
Dan Di Himbau untuk Melaksanakan Mujahadah Maqom/ Kubur
Tempat : di pemakaman umum di daerahnya masing-masing
Waktu : Sesuai kondisi masing-masing (boleh Pagi , siang, sore, malam) selama 7 Hari ,
              apabila tidak dilaksanakan di pemakaman umum dapat dilaksanakan di rumah masing-2 tetapi  waktu pelaksanaan menjadi 15 Hari
di anjurkan dengan Berjama'ah
Semoga Arwah Para Ahli kubur Di ampuni Dosa nya Oleh Alloh SWT

Friday 12 July 2013

Al Hikam KH Abdol Madjid Ma'roef Qs Wa Ra...Kedunglo Kediri


AL HIKAM I hal 42

{مِنْ عَلاَمَاتِ مَوْتِ اْلقَلْبِ عَدَمُ اْلحُزْنِ عَلَى مَا فَاتَكَ مِنَ اْلمُوَافَقَاتِ وَتْرُكُ اْلنِدَمِ عَلَى مَا فَعَلْتَهُ مِنْ وُجُودِ اْلزَّلاَّتِ}

(Setengah dari pada tanda-tandanya hati yang mati, yaitu dia tidak merasa menyesal atau susah prihatin atas keglonjomannya melalaikan kewajiban-kewajiban tho’at atau atas berlarut-larutnya menjalankan maksiat).
Jika orang hatinya mati, dengan sendirinya dikecam oleh Alloh SWT. Hati yang mati, dengan sendirinya tidak dapat melihat hidayah dari Alloh SWT !. Gelap baginya !. Dia tidak dapat membedakan mana yang haq yang benar, dan mana yang bathil, tidak tahu mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan !.
Sebaliknya, tanda-tandanya hati yang hidup, disini dikatakan :

وَعَلاَمَةُ حَيَاتِهِ بِاْلأَنْوَارِ اْلإِلَهِيَاتِ وَإِنْ لَمْ تُدْرِكْهَا لِغَلَظٍ حِجَابِكَ خُزْنُكَ عَلَى مَافَاتَكَ مِنَ الطَّاعَاتِ وَالنّدِمُكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ مِنَ الَّزلاَتِ فَالتَّفْرآ بِصُوْرِ اْلأَعْمَالِ مِنْكَ فَرْحًا شَدِيْدًا وَتَعَتُّمُ عَلَى اْلمُخَالِفَاتِ وَذَلِكَ دَلِيْلُ عَلَى أَنَّكَ مِنْ أَهْلِ اْلمُحِبُّوْيَيْنَ للهِ فَجِدَ فٍي السَّيْرِ وَلاَ تَكَسُلُ

Tanda-tandanya hati yang hidup, atau alamatnya diridhoi oleh Alloh SWT, alamatnya diampuni oleh Alloh SWT, yaitu ketika sedang tledor sedang glonjom, dia secepat kilat sudah tobat dan prihatin. Prihatin karena tledor atau glonjom, lebih-lebih sampai berlarut-larut kedalam maksiat. Dan diwaktu dapat menjalankan tho’at dan bertobat, dia menjadi bungah gembira. Gembira bukan gembira yang menyombongkan dada, tapi bungah gembira karena ditolong oleh Alloh SWT. Bungah karena mendapat ridho Alloh. Jadi boleh dikatakan bahwa orang menjalankan tho’at, melakukan perbuatan-perbuatan yang membuahkan manfaat bagi ummat dan masyarakat, itu tandanya dia diridhoi oleh Alloh SWT. Justru itu dia menjadi gembira mendapat ridho dari Alloh SWT. Dia berbuat perbuatan yang diridhoi Alloh SWT yang memberi manfaat dari ummat dan masyarakat, baik lahiriyah maupun batiniyah. Ketika sedang berlarut-larut menjerumus kedalam maksiat, dia susah prihatin, sebab merasa dibendu oleh Alloh SWT. Merugikan ummat dan masyarakat, sekalipun wujud lahirnya seperti memberi manfaat. Malah, sekalipun lahirnya kelihatan menguntungkan, tapi karena berbuat yang tidak diridhoi Alloh SWT, itu sesungguhnya merugikan masyarakat!. Jika hatinya hidup dia cepat susah prihatin dan tobat karena melakukan hal-hal yang dibendu oleh Alloh SWT!.
Para hadirin hadirot, mari ditinjau pengalaman kita bagaimana !. Kita tidak lepas berbuat baik atau berbuat buruk, tidak lepas dari perbuatan-perbuatan yang diridhoi Alloh dan menguntungkan dan dari perbuatan-perbuatan yang dikecam Alloh dan merugikan. Perbuatan yang tidak baik dan tidak buruk, dalam suatu segi dapat dikatakan baik. Tapi dari segi lain juga dapat dipandang buruk, jika dipandang dari yang baik. Ringkasnya, perbuatan hanya ada dua macam. Diridhoi Alloh SWT, atau dikecam dibendu Alloh SWT.
Oleh karena itu mari kita periksa diri kita masing-masing, diridhoi Alloh SWT-kah atau dibendu dikecam Alloh SWT, ini kita masing-masing bisa mengetahui berdasarkan alamat-alamat tersebut diatas!. Hati kita masing-masing ini hidup atau mati, para hadirin hadirot ?. Jika mati, hati kita mati, alangkah rugi kita terutama besok pada yaumul qiyaamah. Akibat matinya hati didunia, akan dirasakan diakhirot sak jeg jumbleg selama-lamanya, para hadirin hadirot !. Sebaliknya, hati yang hidup ketika didunianya, dia akan memetik buah diakhirot untuk selama-lamanya, para hadirin hadirot, mari diri kita masing-masing kita tinjau!. Dan mari para hadirin hadirot, kita di beri akal, dan sedikit banyak menyadari bahwa kita semua ini adalah hamba Alloh yang senantiasa diberi suatu pemberian nikmat fadhol yang sebanyak-banyaknya setiap detik dalam segala segi.
Mari para hadirin hadirot, kita senantiasa cancut tali wondo untuk berbuat perbuatan yang diridhoi Alloh SWT wa Rosuulihi saw !. Yang menghasilkan manfaat bagi ummat dan masyarakat!. Terutama dalam bidang kesadaran kepada Alloh wa Rosuulihi saw!. segala perbuatan apa saja jika tidak dilandasi kesadaran, akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar..bersambung

BELIAU NABI SAW SANGAT PEMA'AF.....

Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya, dan ia pun sudah masuk ke kota suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majlis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala Tsumamah datang, Umar bin Khattab ra. yang melihat gelagat buruk pada penampilannya menghadang. Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?” Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”. Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada Rasulullah. Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?” Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah. Maka Umar memberanikan diri bertanya, “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin membunuh bukan ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali pengikat orang itu”. Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi minum Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illa- llah (Tiada tuhan selain Allah).” Si musyrik itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!” Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.” Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!” Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu untung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah.”

Rasulullah tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keridhoan Allah Robbul Alamin.”

Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”

Sahabat……….. Apakah kita pengikut ajaran beliau? Tetapi sejauh mana kita bisa memaafkan kesalahan orang? Seberapa besar kita mencintai sesama? kalau tidak, kita perlu menanyakan kembali ikrar kita yang pernah kita ucapkan sebagai tanda kita pengikut beliau… Sungguh, beliau adalah contoh yang sempurna sebagai seorang manusia biasa. beliau adalah Nabi terbesar, beliau juga adalah Suami yang sempurna, Bapak yang sempurna, pimpinan yang sempurna, teman dan sahabat yang sempurna, tetangga yang sempurna. maka tidak salah kalau Allah mengatakan bahwa Beliau adalah teladan yang sempurna. Semoga Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, junjungan dan teladan kita yang oleh Allah telah diciptakan sebagai contoh manusia yang sempurna…  

Al Fathihah..x1
Yaasyafial kholqissholatuwassalaa...x1
Yaa Sayiidii Yaa Rasuulalloh ...x3
Yaa Ayyuhal Ghoutsu.....x1
Al fathihah...x1
Semoga Bermanfaat….
sumber: Kisah penuh hikmah

Saturday 1 June 2013

mari kita perbaiki setiap saat

AL-HIKAM 


بسْمِ اللهِ الرَّحْـمَنِ الرَّحِيْم
لاَ تَتَعَدِّى نِيَةُ هِمَتِكَ إِلَى غَيْرِهِ
بِأَنْ تَتَوَجَّهَ إِلَى غَيْرِهِ لِتَحْصِيْلِ حَاجَتِكَ بَلْ أُطْلُبْ حَوَائِجَكَ مِنْهُ

            Jangan sekali-kali niatmu, himmahmu atau maksudmu engkau tujukan kepada selain TUHAN, menjagakan kepada selain TUHAN, artinya orang lain, atau dirinya sendiri, usahannya, kekayaannya, sawahnya, pasarnya, perusahannya, ilmunya, keahliannya dan sebagainya dan sebagainya, jangan sekalli-kali engkau jadikan pegangan!. Sebab apa saja selain TUHAN itu tidak bisa dibuat pegangan, tidak bisa dijagakan,. Sekalipun wujudnya kelihatannya bisa, bisa menjagakan sawahnya, pasarnya, usahanya dan lain-lain sebagainya itu, tetapi sesungguhnya kesemuanya itu tergantung pada Alloh SWT. Jadi dalam segi hakikot kita tidak boleh menjagakan selain Tuhan. Tidak boleh menuju selain Tuhan. Sebab, ya itu tadi, tidak semestinya dan apa saja selain Tuhan itu sesungguhnya tergantung pada Tuhan. Dibuat berhasil ya berhasil, dibuat hancur ya hancur, tidak ya tidak.


            Itu tadi dalam bidang haqiqot harus begitu perasaan kita adapun dalam bidang syariat kita harus usaha, harus ikhtiar begini begitu, dan harus ada perhitungen dan sebagainya dam sebagainya.

Cuplikan Dawuh Mbah KH Abdul Madjid Ma'roef Qs Wa Ra

mana yang lebih aham

Para hadirin hadirot, ya kalau soal materi atau duniawi sepi lintas-lintas saja. Sak lapan. Sekalipun kerugian yang bagaimanapun juga, hanya sak lapan, sekejap waktu, atau hari, atau bulan, atau tahun paling-paling, tetapi kerugian diakhirot para hadirin hadirot, sak jeg jumbleg !. selama-lamanya !. kalau ya teruuus sakit !.-didunia pada umumnya sehat dan sakit, jauuuuh lebih lama sehatnya dari pada sakitnya !. tapi di akhirot sak jeg jumbleg !. kalau sakit terus sakit, kalau rugi terus rugi!.

//cuplikan Al Hikam , KH Abdul Madjid Ma'rof Qs Wa Ra

Saturday 18 May 2013

MENANGIS itu NORMAL..kalau gak MENANGIS GAK NORMAL...



Perubahan antara senang dan sedih, suka dan duka, sehat dan sakit. Sebagaimana biasa mengalami lapang dan sempit, harap dan takut, tertawa dan menangis. Semua ini adalah aturan Allah yang sangat bermanfaat bagi setiap mukmin demi meningkatkan ketakwaan.

Dan akan menjadi bencana bagi yang tidak beriman, karena dia tidak sadar bahwa semua itu adalah bekal yang sangat bermanfaat bagi peningkatan derajat dalam kehidupan. Karena itu, dalam menyikapi semua kondisi yang dihadapi ini manusia tidak terlepas dari salah satu dianatara dua nilai, yaitu positif dan negatif atau benar dan salah, baik menurut pandangan manusia atau pun pandangan Yang Maha Kuasa.

Seseorang dapat meingkatkan keimanannya dengan menjalin ukhuwwh Islamiyah yang sering dihiasi dengan senyuman dan juga dapat meningkatkan taqarrub kepada
Rabbnya dengan sering mengis karena menyadari akan kelalaian dalam melaksanakan kewjiban dimasa lalu, dan menangis karena takut akan kekeliruan dalam memhami dan salah mengamalkan ajaran Ilahi yang mesti ditatinya demi leselamatan dan kemaslahatn dimasa mendatang.

Manangis adalah akhlaq para nabi dan kebiasaan para shalihin. Namun tentu bukan sekedar menangis, melainkan menangis yang membuktikan penghambaan diri yang muncul dari kesadaran yang sangat mendalam.

Sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah yang selalu memerlukan pertolongan; hamba yang menyadari sering lalai terhadap aturan-Nya; hamba yang sangat bodoh tapi sring menyombongkan diri dengan ilmu yang sangat sedikit; hamba yang tidak memiliki apa-apa tapi berlaga sombonga seakan-akan apa yang ada dalam dirinya adalah miliknya; sungguh semua yang ada pada diri seorang hamba baik berupa jasad kesehatan, harta, jabatan atau lainnya, semua itu adalah amanat yang mesti dipelihara dengan menggunakannya sesuai fungsinya dan mesti dipertanggungjawabakan pada saat yang tidak lama lagi akan tiba.

Para nabi menangis karena melihat ummat yang sedang mendertia kebejadan akhlaq dan penyimpangan aqidah serta kerusakan pemahaman terhadap syari’ah yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Para ulama sering menangis karena khawatir tidak dapat melanjutkan perjuangan Rasul akibat beratnya tantangan dan kurangnya kemampuan serta meluasnya kema’siatan.

Bila dibacakan kepada mereka ayat Allah yang berisi perintah, mereka menyadari belum dapat melaksanakan perintah sebagaimana mestinya. Sebaliknya bila dibacakan ayat yang mngandung larangan, mereka selalu ingat akan semua perbuatan yang menurut pandangan manusia tidak termasuk pelanggaran, padahal boleh jadi, tanpa disadari, dihadapan Allah sering sekali melakukan pelanggaran.

Bila dibacakan ayat-ayat tentang kenikmatan surga, terbayanglah orang lain sedang menikmatinya, sementara dirinya sedang dalam penderitaan menonton dari kejauhan apa yang dinikmati ahli surga, karena menyadari belum beramal sebagaimana mestinya yang memenuhi kriteria untuk menjadai mauttaqiin shalihin.

Bila sudah melaksanakan sebagain perintah-Nya, mereka yakin bahwa tiada yang dapat mengetahui apakah amalnya memenuhi syarat diterma Allah ataukah tidak. Dan bila bertaubat, dari mana diketahui bahwa taubatnya memenuhi syarat untuk diterima dihadapan Allah.

Semakin tinggi ketakwaan seseorang maka semakin mudah baginya mengetahui kesalahan dan kelalian dirinya dan semakin menyadari bahwa dirinya masih jauh untuk mencapai tingkat muttaqin.

Karenanya ketakutan kepada Allah akan semakin meningkat, demikian pula harapan akan ampunan semakin bertambah. Wallahu 'alam

Saturday 6 April 2013

Kebahagian sejati adalah menjalani kehidupan sesuai pilihan Allah


Petunjuk Allah bagi hambaNya untuk melakukan “perjalanan”  di alam dunia, kita ketahui dan imani semua ada dalam Al-Qur’an dengan penjelasan dalam Hadits. Allah menciptakan makhlukNya sudah berikut dengan petunjuk untuk “perjalanan”, sehingga aneh sekali ada manusia dengan hawa nafsunya, ke-aku-an atau egonya mencoba membuat petunjuk sendiri atau pemahaman sendiri sehingga kehidupannya gelisah dan khawatir,  bingung dan bimbang, kecewa, kesedihan dan tidak bahagia, keimanannya turun-naik dan lain-lain persoalan hidup. Begitu pula kita temukan manusia yang bersikap pragmatis (serba kepentingan) dan bersikap permisif (serba boleh)  sehingga yang terjadinya bukan taat pada kebenaran atau menegakkan kebenaran , namun kenyataannya mereka melakukan pembenaran pada perbuatan atau pemahaman, yang pada akhirnya serba kebohongan dan ada yang larut dalam sikap munafik.
Intisari Petunjuk Allah bagi hambaNya untuk melakukan “perjalanan” di alam dunia atau bisa kita katakan sebagai “konsep menjalani kehidupan”, Alhamdulillah bisa kita temukan dalam al Qur’an pada surah Al-Fatihah khususnya ayat ke 5, yang artinya
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (Al-Fatihah : 5)
Tahukah pembaca, bahwa upaya pertama dan utama serta sungguh-sungguh yang harus dilakukan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah upaya “menyembah Allah”.
Itulah apa yang Allah inginkan (keinginan Allah)  sebagaimana firmanNya yang artinya,
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Az Zariyat : 56)

Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (al Hijr: 99)
Memenuhi keinginan Allah adalah tujuan hidup manusia.


Upaya yang harus dilakukan manusia adalah “menyembah Allah”, lalu apa upaya selanjutnya ?
Upaya selanjutnya adalah semua atas pertolongan Allah sesuai dengan firmanNya yang artinya “hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
atau Laahaulaa walaaquw-wata il-laabillahil ‘aliy-yil ‘adziim, ”Tiada daya upaya dan kekuatan selain atas izin/pertolongan Allah

Kalau boleh kita simpulkan upaya manusia selanjutnya adalah Islam atau “Berserah diri” kepada Allah.
Selengkapnya mengenai “berserah diri” Allah telah memberi tahu bahwa kalau manusia bersandar(berserah) kepadaNya, berarti berada pada jalan yang lurus, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

“Siapa yang bersandar kepada Allah, berarti ia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus” (QS Al Imran : 101 )
Allah mengatakan jika manusia mengikuti jalan yang lurus maka manusia merupakan bagian dari manusia yang telah diberi ni’mat sebagai contoh kebahagian dalam melakukan  perjalanan di dunia. Selengkapnya mengenai “bahagia” silahkan baca tulisan pada
Allah telah berjanji jika manusia memenuhi keinginan Allah (upaya utama manusia) yakni beribadah / menyembah pada Allah, maka Dia akan memenuhi segala kebutuhan manusia dalam perjalanannya di alam dunia.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka”. (QS Al Thalaq : 2)
Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya” (QS Al Thalaq : 3)
Jadi sebenarnya manusia tidak perlu bingung, khawatir, bimbang, gelisah akan kebutuhannya dalam perjalanan di alam dunia karena Allah yang akan mencukupinya.
Juga, manusia dalam menjalani perjalanannya di alam dunia, Allah pula yang akan mengajari atau memimpin hambaNya.
…Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarimu (memimpinmu); dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al Baqarah, 2: 282).
Sedangkan ulama, pembimbing spiritual, guru,  mursyid adalah alat atau sarana yang “dipergunakan” oleh Allah untuk mengajari atau memimpin hambaNya dalam melakukan perjalanan hidup.
Selengkapnya mengenai “alat atau sarana”, silahkan baca tulisan pada
Setelah upaya kita berserah diri kepada Allah adalah upaya menjalankan “pilihan” Allah, secara  ikhlas/rido, sabar , istiqomah, profesional dan diakhiri dengan tawakal.
Sebagaimana firman Allah yang artinya “Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan“. (QS Qashash : 68)
Jadi kelirulah ungkapan orang pada umumnya bahwa “hidup adalah pilihan kita (manusia)”.   Hidup bukan pilihan kita !
Pilihan kita semata-mata hanyalah “beribadah / menyembah kepada Allah”.
Kebahagian sejati adalah menjalani kehidupan sesuai dengan pilihan Allah.
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui ”pilihan” Allah, jalan satu-satunya adalah mendekat kepada Allah, mengenal Allah (ma’rifatullah) atau terhubung (wushul) dengan Allah. Syarat untuk mengenal Allah atau terhubung dengan Allah adalah manusia harus dalam keadaan suci dan bersih baik jasmani maupun ruhani, yakni harus mengetahui ”pakaian” ruhani  diantaranya mengenal diri, hawa nafsu, akhlak, seputar hati, tazkiyatun nafs sehingga manusia dapat ”bersaksi” dengan sebenar-benarnya ”bersaksi” kepada Allah.

Manusia dengan ”pakaian” ruhani yang suci dan bersih akan hidup terpuji
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya
”Pakailah pakaian yang baru, hiduplah dengan terpuji, dan matilah dalam keadaan mati syahid” (HR.Ibnu Majah)
Dalam hal ini makna kata kiasan dari “pakaian yang baru” adalah “pakaian” ruhani yang suci dan bersih.
Akhir dari perjalanan hidup manusia di dalam dunia adalah kematian.  Manusia yang selalu menjaga “pakaian” ruhani tetap baru atau suci dan bersih akan mati dalam keadaan syahid (bersaksi).

Thursday 31 January 2013

ma'af saya yang salah


Banyak orang percaya salah satu hal tersulit untuk dilakukan adalah kerendahan hati untuk berani mengakui kesalahan dan meminta maaf. Secara pribadi, manusia mempunyai kecenderungan untuk membela diri dan melakukan pembenaran ketika terpojok. Mungkin lebih mudah untuk mengakui kesalahan pada atasan atau yang lebih tua dari kita, tapi pada anak, bawahan, yang lebih muda,atau murid2? sulit kan?

Padahal kalau mau jujur, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Setiap hari, disengaja atau tidak, ada saja kesalahan yang kita lakukan. Dalam pekerjaan, terhadap teman2, terhadap orang2 disekitar kita, terhadap istri atau anak. Nobody's perfect. Kesalahan adalah sebuah hal yang wajar, tapi berani mengakui kesalahan butuh kerelaan hati dan keberanian. Masalahnya, banyak orang menganggap bahwa mengaku salah sama dengan mengaku kalah. Tapi bagi Tuhan tidaklah demikian.

Tuhan ingin kita mempunyai sikap rendah hati. Kita mau membuka hati, mau diajar, mau mendengar, mengijinkan Tuhan berbicara dalam hidup kita, dan melakukan semua yang diajarkanNya. Mungkin di awal2 akan terasa berat untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf, tapi yakinlah,jika anda percaya pada Tuhan, patuh pada ajaranNya, anda akan sampai kepada tahap dimana anda akan tersenyum sangat bahagia setelah anda berani meminta maaf.

Tuesday 29 January 2013

Diam Itu Bukan sABAR....

.................

“Kesabaran..” Ya. Sebuah kata yang sering kali kita ucapkan. Kata yang menjadi penghibur hati, saat deburan masalah dan cobaan menghampiri. Sebuah kata yang menjadi penenang jiwa, saat gundah gulana melanda. Namun, tahukah  arti “Kesabaran yang Sebenarnya.?”

Sering kita yang tidak merasakan kebahagiaan dalam menjalani hidup ini karena kurangnya rasa syukur dan sabar. Padahal, suatu kebahagiaan dibangun dengan 2 landasan, yaitu syukur dan sabar. Sabar bukanlah diam tanpa kata. Sabar bukanlah diam menunggu berlalunya sesuatu. Dan sabar bukanlah sikap pasrah dalam menghadapi sesuatu.

Namun “Kesabaran yang Sebenarnya” adalah: sifat itiqomah, disertai keimanan dan ketaqwaan saat menjalani rangkaian cobaan dalam mahligai kehidupan, baik itu kesedihan maupun kebahagiaan. Kita sering Salah memahami arti sebuah ‘Kesabaran yang Sebenarnya’, sehingga Kita mengatakan: “Kesabaran itu ada batasnya”. PADAHAL SABAR ITU TANPA BATAS. Kesabaran akan terus bertambah seiring dengan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt.

Hal ini pernah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. Disaat beliau berjuang menyebarkan agama islam dengan kelembutan hatinya, banyak orang- orang kafir yang memusuhinya. Nabi Muhammad diancam, dicaci, diludahi, bahkan dilempar dengan kotoran sekalipun. Namun beliau tetap tersenyum dan tidak menaruh dendam sedikitpun, sehingga ia mendapatkan gelar ‘Ulul Azmi’, karena mempunyai tingkat kesabaran dan ketabahan yang luar biasa.

Bagaimana dengan keadaan kita sekarang..? Saat segelintir cobaan menerpa, kita langsung mengeluh dan putus asa. Padahal, tahukah Anda.? Bahwa cobaan yang kita hadapi ini belum ada apa- apanya, karena sesungguhnya cobaan dan ujian terberat dialami oleh para Nabi dan Rosul.

Sa'ad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?" Nabi saw menjawab: "Para nabi, kemudian yang menyerupai mereka dan yang menyerupai mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Jika agamanya tipis (lemah) dia diuji dengan ringan dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus- menerus hingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa- dosa”. (HR. Bukhari)

Rosulullah pun bersabda: “Ketahuilah, apa yang luput dari kamu adalah sesuatu yang pasti tidak mengenaimu, dan apa yang akan mengenaimu pasti tidak akan meleset dari kamu. Kemenangan (keberhasilan) hanya dapat dicapai dengan kesabaran. Kelonggaran bersamaan dengan kesusahan dan datangnya kesulitan bersamaan dengan kemudahan”. (HR. Tirmidzi)

Allah juga berfirman dalam Q.S Al Anfaal: 66, “Jika ada diantaramu 100 orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan 200 orang; dan jika diantaramu ada 1000 orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan 2000 orang, dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang- orang yang sabar”.

Allah bahkan memberikan penghargaan yang luar biasa kepada orang- orang yang sabar dalam firmannya: "Salamun 'alaikum bima shabartum" (Selamat atasmu karena kesabaranmu), maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” (Q.S Ar Ra’d: 24).  
Sabar telah menjadi kunci kesuksesan dalam mengarungi deburan ombak kehidupan. Karena sabar menjadi senjata kita untuk meraih datangnya pertolongan Allah swt.
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang- orang yang sabar”. (Q.S Al Baqarah: 153). Bagaimana dengan Anda..??

Masihkah Anda mengatakan bahwa ‘Kesabaran itu ada batasnya.?’ Dan sudahkah Anda menjadi manusia- manusia tangguh yang mempunyai ‘Kesabaran yang Sebenarnya..? Waktu masih panjang, dan jalan yang harus ditempuh masih jauh. Jadi masih ada waktu untuk berbenah diri, dan mencari serta melakukan apa yang terbaik di Dunia ini, ‘hidup ini tidak hanya sekali’. Maka janganlah kita menyesal di kemudian hari. Amiin…