jama'ah wahidiyah

JAMA'AH WAHIDIYAH

Wednesday 29 February 2012

apakah Kita sulit menanggis.....



Menangis adalah merupakan gejala dari pada phenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, ketika masa kanak-kanak, ketika dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan sudah nenek-nenekpun bisa menangis. Makhluq lain jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan belum pernah kita mendengar tangisnya, Motivasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisnya bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan : lapar, haus, badan teras kotor terkena pipis, badan tidak enak/sakit dan sebagainya. Rosululloh SAW bersabda yang maksudnya bahwa tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan maghfiroh atas dosa kedua orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami mushibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis. Terlalu takut kepada sesuatu juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya ti­dak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tetapi tidak keluar air mata. Jadi tidak seperti tangisnya orang biasa yang masih normal fikirannya. Mungkin tangis yang dibuat-buat atau berpura-pura menangis.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu datang dari dalam diri orang yang menangis sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh ke dalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat menyetop memberhentikan orang yang sedang menangisi begitu saja. Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga kare­na telah datang "sesuatu" yang merangsang jiwanya, yang meredakan
kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar diri yang sedang menangis hanya sekedar membantu proses datangnya "sesuatu" yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada disekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Di dalam Mujahadah Wahidiyah banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita me­nangis tidak mengetahui sebab-sebanya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab-sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksa diri kita untuk bisa menangis, tetapi toh juga tidak berhasil bisa menangis, walaupun dalam keadaan Mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allohu A'lam !. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan - pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Namun bagaimanapun keadaannya kita harus bersyukur alhamdu Lillah bahwa tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW. Tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedholiman merugikan orang lain dan masyarakat dan sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Alloh SWT berdosa kepada Rosululloh SAW, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap Perjuangan kesadaran FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidupnya dan sebagainya. Antaranya lagi karena sentuhan batin berupa "syauq dan mahabbah" (rindu dan cinta) yang mendalam kepada Alloh SWT dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosuululloh Shollallohu 'alaihi wasallam. Tangis karena kagum melihat Keagungan Alloh SWT, melihat sifat Jamal dan Kamal Alloh SWT, ternyuh tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rosuululloh SAW kepada para ummat, terhadap dirinya yang menangis terutama.
Tangis yang ada hubungan kepada Alloh SWT adalah tangis yang banyak dilakukan oleh Nabi-Nabi mulai Kanjeng Nabi Adam 'alaihis-salaam sampai Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam. Kanjeng Nabi Adam 'alaihis-salaam setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun nonstop. Menangis meratapi dosanya kepada Alloh SWT yaitu melanggar larangan Alloh agar tidak mendekati buah Kuldi waktu di surga. Menangis bertobat memohon ampunan kepada Alloh SWT.
Mari kita renungkan untuk diri kita !. Itu Kanjeng Nabi Adam, pertama Beliau adalah seorang Nabi dan kedua, Beliau hanya melakukan kesalahan satu kali saja di surga, menangis seratus tahun nonstop. Sedangkan kita?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh, beratus, beberapa ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun berapa lama kita menangis meratapi dosa bertobat memo­hon maghfiroh Alloh SWT?. Mari kita akui dengan jujur, dan mari sekarang juga kita bertobat memohon  ampunan kepada Alloh SWT !.
AL FAATIHAH ! BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM.........
YAA ROBBANALLOHUMMA SHOLLI SALLIMI.................
AL FAATIHAH !.
Mari kita perhatikan firman Alloh dalam Surat No. 19 Maryam Ayat No. 58 :

Artinya kurang lebih :
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Alloh yaitu para Nabi dan keturunan Adam, dan dan orang-orang yang kami angkat bersama Nuh, dan dan keturunan Ibrobim dan Isroil, dan dan orang-orang yang telah KAMI beri petunjuk dan telah KAMI pilih. Apabila telah dtbacakan kepada mereka ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis". (19-Maryam : 58).
 Dalam ayat yang lain.....
Artinya kurang lebih :
"Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'".(17:Al isrok : 109).

Yang dimaksud "mereka" dalam ayat tersebut menurut ayat sebelumnya adalah "Alladziina uutul - 'ilma" = orang-orang yang didatangkan ilmu kepadanya. Dan mereka menangis apabila dibacakan Al -Qur'an kepada mereka. Mari kita lihat diri kita sendiri ketika mendengar bacaan Al Qur'an dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau tidak ambil pusing . Terserah masing-masing kita !.
Kita perhatikan sabda Rosululloh SAW :
Artinya kurang lebih :
"Wahai para manusia, menangislah kamu sekalian; maka jika kamu sekalian  tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis!".(Riwaayat Abu Dawud).
 Dalam hadist lain....
Artinya kurang lebih :
"Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka, satu, ma­ta yang menangis dari sebab takut kepada Alloh, dan dua, mata yang karipan (semalaman tidak tidur) di dalam sabillah "
Orang yang tidak menangis terhadap Alloh SWT adalah terkecam dan tidak bisa memperoleh fadlol dari Alloh SWT. Yaitu berdasar fir­man Alloh  :
Artinya kurang lebih :
"Maka apakah kamu merasa heran terbadap pemberitaan ini ?" "Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?", "Sedangkan kamu melengahkan ?". "Maka bersujudlah kepada Alloh dan sembahlah (53 - An - Najmu : 59-60- 61).

 Sabda Rosululloh SAW :
Artinya kurang lebih :
"Barang siapa berbuat dosa dan dia tertawa, maka dia masuk nera­ka sambil menangis ". (Riwayat Abu Nu 'em dari Ibnu Abbas).

Di dalam kitab Taqriibul Ushuul dituliskan :

"Fadlolnya Alloh SWT tidak diberikan melainkan kepada hati yang meratapi dosa yang menghadang sangat membutuhkan pertolongan ilahiyah ".(Taqribul Ushul: 217).

Mudah-mudahan kita dikaruniai hati yang lunak, yang peka (gampang merasa) terhadap "sesuatu" yang menyentuh jiwa kita sehingga kita cepat merasa dan mengakui dosa-dosa kita, kemudian tergores hati kita untuk menangis bersujud bersungkur memohon maghfiroh ampunan dari Alloh SWT !. Amiin !.

Yang dimaksud dengan "sesuatu" tersebut di atas adalah sebagaimana istilah di dalam kitab Al Hikam yaitu "waaridun Ilaahiyyun" yakni suatu suasana dan kondisi batiniyyah yang didatangkan oleh Alloh SWT ke dalam hati hamba yang dikehendaki-NYA. Dan Alhamdu Lillah dengan lebih tekun Mujahadah Wahidiyah, kita dikaruniai apa yang kita mohon tersebut. Dan semua itu harus senantiasa kita tingkatkan !. Kita tingkatkan demi untuk FAFIRRUU ILALLOHI WA ROSUULIHI SAW !.

Tuesday 28 February 2012

Beruntunglah Engkau Hari ini...jika engkau...


Bagaimana dikatakan berutung ??????? mari kita perhatikan Al Qur'an Surat no. 51 Adz-Dzaariyaat Ayat 56  :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ (51-الذاريات:56)
Artinya kurang lebih ;
"Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU". (51-Adz-Dzaariyaat: 56).

Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan, situasi dan kondisi yang bagaimanapun hidup di dunia ini harus diirahkan untuk mengabdikan diri beribadah kepada Alloh SWT, harus menjadikan sebagai pelaksanaan dari pada '"LIYA'BUDUUNI". Jadi ibadah itu tidak hanya terbatas pada menjalankan syahadat, sholat, zakat, nuasa dan haji yang menjadi rukun Islam itu saja, juga tidak hanya teratas pada menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti membaca Al-Qur'an, membaca Dzikir, membaca sholawat dan sebagainya, akan tetapi di samping itu semua, segala gerak gerik manusia, segala tingkah laku. dan perbuatannya, sepanjang tidak melanggar larangan Alloh, harus dijadikan sebagai pelaksanaan ibadah kepada Alloh, Jika hidup manusia ini tidak selalu diarahkan untuk pengabdian diri ibadah kepada Alloh, ini berarti manusia telah menyimpang dari haluan hidup yang telah digariskan Alloh SWT dalam Ayat tersebut di atas. Suatu penyelewengan suatu penyalahgunaan mandat, suatu dosa besar yang harus segera ditobati !.
Shohabat Ibnu Abbas rodiyallohu 'anhu seorang mufassir Al Qur'an yang terkenal pada zaman Kanjeng Nabi SAW menafsirkan kata "liya' buduuni'' dalam Ayat tersebut yakni "liya' rifuuni". Artinya agar supaya mereka jin dan manusia ma'rifat, mengenal atau sadar kepada-KU (Alloh). Jadi segala hidup dan kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus sepenuhnya diarahkan atau sebagai sarana untuk ma'rifat atau mengenal Alloh SWT Tuhan Yang Mana Pencipta.
Setengah dari pada syarat yang prinsip di dalam menjalankan iba­dah yalah harus disertai adanya niat di dalam pelaksanaan perbuatan ibadah tadi. Disertai niat, niat ibadah!. Jika tidak disertai niat ibadah, apapun macamnya perbuatan, perbuatan taat sekalipun, amal perbuat­an tersebut tidak dicatat sebagai ibadah. Dan jika tidak dicatat sebagai ibadah, rupa sholat sekalipun, adalah menjadi maksiat, merupakan dosa. Sabda Rosululloh SAW menegaskan hal niat ini sebagai berikut:

إِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّياَّتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى… الحديث (رواه البخارى ومسلم وغيرهم عن عمر رضى الله عنه)
Artinya kurang lebih :
"Sesunggubnya segala amal perbuatan itu ditentukan (tergantung/dinilai) menurut niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang itu ter­gantung pada apa yang ia niatkan..."(Riwayat Bukhori dan Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul-Khottob rodiyallu 'anhumaa).
Niat itu letaknya di dalam hati. Kelihatannya seperti perkara sepele akan tetapi menentukan sekali. Jika tidak kebetulan, artinya kurang mendapat perhatian, bisa menghancurkan bangunan ibadah keseluruhannya.
Bertitik tolak dari firman Alloh dalam Surat Adz-Dzaariyat Ayat 56 dan Hadits shoheh tersebut di atas, beliau Al Mukarrom Romo K.H, Abdoel Madjid Ma'roef Muallif Sholawat Wahidiyah memberikan bimbingan praktis di dalam pelaksanaan niat ibadah sebagai realisasi dari pada "liya'abuduuni" tersebut, yaitu dengan melatih dan membiasakan hati mengetrapkan "LILLAH".

Artinya, segala amal perbuatan apa saja, perbuatan lahir dan perbuatan batin baik yang wajib, yang sunnah dan yang mubah, lebih lebih yang berhubungan langsung kepada Alloh wa Rosuulihi SAW seperti sholat, puasa, haji, baca Qur’an, baca sholawat dan sebagainya, maupun yang hubungan di dalam masyarakat di dalam kehidupan sehai-hari seperti makan, minum, tidur, istirahat, mandi, bekerja dan sebagainya, asal bukan perbuatan yang terlarang, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, asal bukan perbuatan yang melanggar syari'at dan undang-undang, pokoknya asal bukan perbuatan yang merugikan, melaksanakannya supaya di sertai niat beribadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAHI TA'ALA tanpa pamrih suatu apapun. Baik pamrih duniawi maupun pamrih ukhrowi !.
Dengan menyertakan niat ibadah LILLAH (dalam hati terutama) di dalam segala perbuatan yang tidak terlarang seperti itu, menurut Hadits tersebut diatas maka perbuatan-perbuatan apa saja yang kita lakukan dapat mempunyai nilai ibadah. Dicatat dan dinilai sebagai ibadah. Dan dengan demikian maka telah bersesuaian dengan kehendak Alloh yang di gariskan didalam ayat 56 Surat Adz-Dzaariyat tersebut. Sekali lagi harus diingat bahwa yang boleh dan bahkan harus disertai niat ibadah LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada perbuatan-perbuatan yang tidak terlarang.
Adapun perbuatan - perbuatan yang melanggar syari'at, perbuatan perbuatan yang melanggar undang-undang, perbuatan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, yaitu pokoknya perbuatan perbuatan yang merugikan, baik merugikan diri sendiri maupun dan lebih-lebih merugikan orang lain, sama sekali tidak boleh disertai niat ibadah LILLAH!. Maknanya harus dijauhi dan ditinggalkan!. Betapapun kecil dan remehnya!. Harus berusaha sekuat mungkin untuk menjauhkan dan meninggalkan!.
Dan di dalam menjauhi atau meninggalkan itulah yang harus disertai niat ibadah LILLAH!. jangan sampai di dalam kita menjauhi atau me­ninggalkan mungkarot itu di dorong oleh kemauan nafsu!. Harus LILLAH  ibadah kepada Alloh!. Menjalankan printah Alloh!. Titik !. Tidak ingin begini begitul. Demikian seterusnya di dalam kita menja­lankan amar ma'ruf nahi mungkar, harus dengan niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH !. Jangan karena terdorong oleh nafsu supaya begini dan begitu !. Akan merusak dan menghancurkan nilai bangunan amal yang kita kerjakan.
Masalah pamrih atau berkeinginan, ingin kepada. hal yang menggembirakan yang menyenangkan, ingin kepada kebaikan-kebaikan seperti ingin pahala, surga dan sebagainya, atau takut dari perkara yang menakutkan seperti kesusahan, penderitaan, siksa, neraka dan sebagai­nya, itu diperbolehkan. Bahkan sewajarnya harus begitu!. Sebab manusia tidak lepas dari sifat basyariah, yang mempunyai keinginan-keinginan dan harapan-harapan serta kemauan-kemauan yang semuanya bersumber dari nafsu, dan nafsu itupun adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga menjadi makhluq yang lebih lengkap dan paling sempurna di antara makhluq-makhluq lainnya. Maka nafsu seperti itulah yang harus diarahkan!. Diarahkan menurut arah yang telah digariskan Tuhan yaitu "liya'buduuni" tersebut. Di­arahkan untuk ibadah kepada Alloh!. Jika tidak diarahkan, pasti akan terjadi himpunan hawa nafsu yang serakah dan mengakibatkan penyelewengan dan penyalahgunaan!. Akhirnya menghancurkan manusia itu sendiri bahkan bisa menghancurkan ummat dan masyarakat.
Maka di dalam berkeinginan atau pamrih seperti di atas harus di­sertai niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH !.
Jadi jelasnya, kita bersembahyang, kita berpuasa, kita mengeluarkan zakat, kita menunaikan ibadah haji, kita membaca Qur'an, membaca dzikir, membaca sholawat dan sebagainya itu supaya disertai niat ibadah yang sungguh-sungguh ikhlas LILLAH !. Jangan sampai kita melakukan semuanya tadi karena ingin surga, ingin pahala, takut nera­ka, ingin terhormat, ingin terpuji, ingin kaya dan sebagainya!. Begitu juga di dalam kita bekerja, di dalam kita belajar, di dalam kita berjuang untuk bangsa agama dan negara, di dalam kita mengurus dan mengatur rumah tangga, kita ke sawah kepasar kekantor ke toko, dan ketika kita makan minum tidur istirahat mandi dan sebagainya dan sebagainya supaya dengan niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas semata-mata LILLAH tanpa pamrih !. Begitu Juga kita berkeinginan, berkemauan, berangan-angan berpikir dan sebagainya harus disertai niat ibadah kepada Alloh - LILLAH !. Jadi benar-benar melaksanakan pernyataan yang kita baca pada setiap sholat yaitu :
اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِىْ وَمَحْحَايَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعٰالَمِيْنَ

"Sesunggubnya sholatku, ibadahku, bidup dan matiku adalah untuk Alloh Robbul 'Alamin".
Dan mengetrapkan di dalam hati apa yang sering kita baca di dalam Surat Al Fatihah":
اِيَّاكَ نَعْبُدُ

"Hanya kepada-MU yaa Alloh aku mengabdikan diri."..
Dengan demikian boleh dikatakan hati kita senantiasa bertahlil:
لآاِلَهَ اِلاَّالله
"Tiada Tuhan melainkan Alloh,"
Ilmiah dan pengertian mudah dipelajari mudah dihafal. Akan tetapi disamping ilmiah disamping pengertian, perlu diusahakan penerapan dan pelaksanaan ilmiah yang sudah kita miliki. Orang mempunyai ilmu akan tetapi ilmunya tidak diterapkan tidak diamalkan, dia sangat terkecam sekali dan akan mengalami bahaya yang sangat berat. Di dalam kitab Az-Zubad dikatakan :
فَعَالِمْ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ * مُعَذَّبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَثَنْ

"Orang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya besok akan disiksa lebih dahulu dari pada penyiksaan para penyembab brabala”

Itu suatu kecaman yang berat. Jadi jelasnya, amal perbuatan apa saja, berupa sholat sekalipun jika tidak disertai niat ibadah LILLAH otomatis disalah gunakan oleh nafsu. Atau LINNAFSI, nuruti keinginan nafsu!. Dan nafsu adalah menjadi sarang iblis dan setan !. . Kelak di neraka tempatnya !.
Di dalam Wahidiyah = alhamdu Lillah dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah di samping terus menerus melatih hati dengan niat LILLAH seperti di atas, alhamdu Lillah dikarunia banyak kemajuan dan peningkatan dalam hal beribadah kepada Alloh dengan niat ikhlas LILLAH tersebut.
Sekali lagi, amal perbuatan apa saja, atau ibadah apa saja, sekalipun rupa sholat, zakat puasa naik haji, membaca Qur’an membaca dzikir membaca tahlil membaca sholawat, menolong orang lain, memberikan shodaqoh dan amal-amal kebajikan lainnya, jika tidak disertai niat iba­dah LILLAH ikhlas karena Alloh, tidak dlcatat sebagai ibadah kepada Alloh. Dan jika tidak dicatat sebagai badah kepada Alloh berarti ibadah kepada selain Alloh. Menyembah selain Alloh !. Kepada siapa ?. Kepada nafsunya sendiri. Menyembah dirinya sendiri dengan memperalat sholat, zakat, dan seterusnya tadi. Sholatnya, zakatnya, hajinya, membaca Qur-an membaca sholawat dan sebagainya dikerjakan hanya sebagai kedok untuk nuruti keinginan nafsunya. Ingin begini ingin begitu, pamrih begini pamrih begitu dan sebagainya !. Suatu pendorhakaan terhadap Alloh yang sangat keterlaluan !. Harus cepat-cepat bertobat dan mengadakan perbaikan, atau membiarkan dirinya dibakar oleh api neraka akibat amal-amal ibadah yang tidak ikhlas LILLAH itu !. "
Mari kita mengadakan koreksi kepada diri kita masing-masing ! AL FATIHAH !........

Sekali lagi mari kita perhatikan dan kita terapkan firman Alloh
Artinya kurang lebih :
"Dan tidaklah mereka diperintah melainkan supaya menyembah (beribadah/mengabdikan diri kepada ) Alloh dengan ikhlas karena Alloh LILLAH dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka menjalankan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang tegak.".
(98-Al Bayyinah : 5).

Di dalam "Al Qur'an dan Terjemahannya" Departemen Agama RI diterangkan bahwa yang dimaksud "menjalankan agama dengan lurus" artinya terbebas dari syirik dan dari kesesatan. Untuk menyelamatkan dari bahaya "syirik" dan kesesatan, Ajaran Wahidiyah memberikan bimbingan yaitu penerapan "BILLAH".

"BILLAH"
BILLAH artinya, di dalam segala perbuatan dan gerak gerik lahir maupun batin, dimanapun dan kapan saja, supaya hati senantiasa merasa bahwa yang menciptakan dan merintahkan itu semua adalah ALLOH SWT Tuhan Maha Pencipta. Jangan sekali-kali mengaku atau merasa mempunyai kekuatan dan kemampuan sendiri!. Jadi mudahnya, menerapkan di dalam hati makna dari : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH
"Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh - Billah ".
Menerapkan firman Alloh :

1. "Dan Allohlah yang menciptakan kamu sekalian dan apa-apa yang kamu sekalian perbuat". (37 - As-Shoffaat -96).

2. "Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki (tidak dapat berkehendak) melainkan apabila dikebendaki Alloh Tuhan semesta alam". (81 - At-Takwir- 29).

Jadi jelasnya, di dalam kita melihat, mendengar, merasa, menemukan, bergerak, berdiam, berangan-angan, berpikir dan sebagainya, supaya hati selain sadar dan merasa bahwa yang menggerakkan yang menitahkan itu semua adalah Alloh!. Merasa BILLAH !. Semuanya BILLAH !. Tidak ada sesuatu yang tidak BILLAH !. Ini harus kita rasa di dalam hati !. Tidak hanya cukup pengertian dan keyakinan dalam otak !. Bukan sekedar pengertian ilmiah saja !. Kita membaca buku" ini, kita memahami buku ini - BILLAH !. Buku yang anda baca inipun BILLAH. Diri kitapun BILLAH !. Mari terus merasa begitu !. Merasa BILLAH!.
Sumber dari segala kehancuran, kebobrokan moral, penyelewengan dan penyalahgunaan, pertengkaran, permusuhan, kekacauan dan seba­gainya adalah berada di dalam nafsu. Nafsu yang mempunyai ciri khas yaitu pamrih. Maka sifat pamrihnya nafsu ini harus diarahkan. Diarahkan dengan sistim penerapan niat LILLAH dan sadar BILLAH seperti diatas.
Jika sifat pamrih itu dibiarkan tidak diarahkan dengan niat LILLAH maka akan makin menjadi-jadi dan bercokol dengan lekat sekali di dalam hati. Makin lama makin tebal, makin lama makin besar dan makin kokoh kemudian muncul satu "kerajaan" di dalam hati. Yaitu "KERAJAAN ANANIYAH" atau rasa ke-AKU-AKUAN atau egosentris. Aku yang usaha, aku yang mengerjakan, aku yang berkuasa, aku yang menentukan. Kalau tidak karena aku   ............   dstnya.
Orang yang hatinya sudah dijajah oleh imprialis nafsu seperti itu segala langkah dan amal perbuatannya disetir oleh nafsunya, dan diarah­kan kepada apa yang menjadi kepuasan nafsu. Segala amalnya, tindakannya, perbuatannya, semata-mata hanya untuk nuruti kemauan nafsunya. Tanpa memandang benar atau salah, tidak perduli haq atau batal diterjangnya. Tidak perduli, sekalipun orang lain menderita. Yang penting puas !. Itu lah sifat nafsu.. Selakah, dengki dan membabi buta. Hanya ingin enak dan kepenak, senang dan puas tanpa memperhitungkan akibatnya. Pada hal akibatnya pasti menjeromos kepada kehancuran, kebinasaan dan kesengsaraan sebab tidak mengikur tuntunan Alloh Maha Pencipta Maha Kuasa !. Bahkan tidak mau tahu kepada Tuhan-nya.
Baru setelah mengalami kesengsaraan dan kehancuran baru merasa bahwa telah diombang ambingkan oleh nafsunya sendiri. Dan jika terus mendapat pertolongan Alloh barulah dia menyadari menginsafi dosa perbuatan dan tindakannya kemudian baru mau prihatin dan bertobat. Akan tetapi jika tidak memperoleh pertolongan dari Alloh, dia akan makin terus berlarut-larut di dalam kesengsaraan dan di dalam kegelapan penyesalan yang merongrong jiwanya. Penyesalan di dunia masih ada kesempatan untuk memperbaiki, masih ada harapan bisa tertolong. Akan tetapi penyesalan di akhirot sudah tidak berarti, tidak ada kesem­patan untuk memperbaiki. Pintu tobat sudah tutup. Sudah terlambat. Tinggal. merasakan kepedihan siksa dahsyat buat selama-lamanya. !.
Oleh karena itu selagi masih ada kesempatan di dunia ini, mumpung masih hidup belum pindah ke alam kubur, harus usaha sekuat mungkin untuk membebaskan diri dari imprialis nafsu tersebut ! . Untuk berperang melawan nafsu, melepaskan diri dari blenggu imprialis nafsu !. "Jihaadun-nafsi", memerangi nafsu!. Mulai sekarang juga !. Jangan ditunda-tunda !. Nafsu harus kita kuasai harus kita arahkan !. Cara yang paling praktis dan tanpa risiko untuk menguasai dan mengarahkan nafsu yalah terus menerus menerapkan sadar BILLAH disamping niat LILLAH seperti di atas dan sambil dipupuk dengan Mujahadah Sholawat Wahidiyah. Sadar BILLAH adalah masalah yang paling pokok !. Ini soal iman, soal tauhid yang menentukan bahagia atau tidaknya seseorang !. Harus kita perhatikan dengan sungguh-sungguh. !.
"Jihaadun-nafsi" adalah perang besar-besaran yang tidak mudah. Mungkin kalah mungkin menang. Sekalipun bagaimana beratnya ji­haadun-nafsi akan tetapi setiap orang yang menginginkan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirot harus meiakukannya !. Kalau tidak berbuat berarti kalah!. Kalah dan dikuasai oleh imprialis nafsunya !. Menjadi budak dari pada nafsunya!. Maju mungkin tatu, akan tetapi mundur jauh lebih hancur!. Mandeg,kejiret !. Maka dari itu lebih baik harus terus maju !. Maju melawan, menguasai dan mengarahkan nafsu !.
Sekembalinya pasukan islam dari perang Badar Rosuululloh SAW bersabda:

رَجَعْناَ مِنَ الْجِهَادِ اْلاَصْغَرِى اِلَى الْجِهَادِ اْلاَكْبَرِ. قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الجِهَادُ اْلاَكْبَرِ قَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم: جِهَادُ النَّافْسِ (رواه البيهقى)

Artinya kurang lebih. :
"Kita baru kembali dari perang kecil dan akan menghadapi perang besar". Ditanyakan oleh para shohabat : yaa Rosuulalloh, perang besar yang mana lagi ?. Menjawablah Rosuululloh saw. "Jihaadun-nafsi" - memerangi nafsu ". (Riwayat Baihaqi).
Jadi tiap manusia pasti berhadapan dengan nafsunya sendiri-sendiri. Dan oleh karena itu harus memerangi nafsunya itu !. Nafsu harus dikuasai dan diarahkan oleh manusia !. Jangan sebaliknya, manusia yang dikuasai dan dikendalikan oleh nafsu !.
Cara yang paling praktis untuk menguasai dan mengarahkan nafsu yalah dengan :
a.    Melatih  hati   dengan  niat  LILLAH  dan sadar BILLAH,  dan
b.    Bersungguh-sungguh   di   dalam    bermujahadah   berdepe-depe memohon ampunan, perlindungan dan petunjuk Alloh SWT,
Asal sungguh-sungguh, pasti diberi petunjuk dan pertolongan oleh Alloh, sebagaimana firrnan-NYA :
فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا(29-العنكبوت-69) وَالَّذِينَ جَاهَدُوا
Artinya kurang lebih  :
"Dan orang-orang yang berjihad bersungguh-sungguh di dalam menuju kepada Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami". (29 - Al Ankabut - 69).
Sekali lagi, orang yang tidak mau jihaadunnafsi, tidak mau memerangi dan mengarahkan nafsunya, tidak atau kurang Mujahadahnya istilah Wahidiyah, dia tidak bisa bebas dari cengkeraman imprialis naf­sunya. Otomatis dia jauh dari Alloh !. Makin lama makin jauh, makin lama makin berlarut-larut. ngujo (melampiaskan) nafsunya. Dan dia tidak merasa bahwa diperbudak nafsunya. Makin banyak amal-amal ibadahnya makin dalam dia terjeromos di dalam lumpur dosa. Dia tidak merasa. Sekalipun kelihatan lahiriahnya menjalankan ta'at menjalankan ibadah begini begitu, akan tetapi sesungguhnya bukan ibadah kepada Alloh melainkan menyembah kepada nafsunya sebab tidak disertai niat yang ikhlas LILLAH. Ada pamrih yaitu nuruti keinginan nafsu. Pamrih ingin pahala, ingin surga agar selamat dari neraka, ingin terhormat ingin terpuji ingin mulya dan sebagainya dan sebagainya.
Ibadah yang tidak ikhlas karena Alloh, tidak LILLAH, tidak akan diterima, oleh Alloh. Dan kalau ibadah tidak diterima, bukan ibadah lagi namanya melainkan maksiat. Berat akibatnya lebih-lebih besok di akhirot.
Lebih berat lagi dari pada itu yalah kalau disamping ibadahnya yang sudah tidak ikhlas itu dia mengaku atau merasa mempunyai kemampuan sendiri. Merasa mampu menjalankan ibadah. Dia tidak sadar bahwa dapatnya melakukan ibadah itu adalah karena mendapat fadlol pertolongan dari Alloh swt. Dia ingkar terhadap pemberian Alloh. Dia tidak sadar BILLAH.
Orang yang tidak merasa BILLAH otomatis ujub, riyak dan takabbur sekalipun dalam kadar yang sangat halus sekali.
"Yang disebut 'ujub yalah merasa atau mengaku dirinya mempunyai kelebiban atau mempunyai kemampuan ".
Apabila rasa berkemampuan itu diperlihatkan kepada orang lain, diperlihatkan dengan lisanul-hal atau dengan lisanul-maqol lebih-lebih dengan keduanya namanya "riyak". Dan apabila merasa dirinya lebih baik dari pada orang lain, namanya takabbur.
Pertingkah hati seperti 'ujub, riyak takabbur dan sebagainya adalah perbuatan yang merusak menghancurkan ama-amal ibadah yang dikerjakan pada saat itu oleh karena termasuk syirik mempersekutukan Alloh. Syirik khofi - syirik mempersekutukan Alloh secara samar-samar. Sekalipun syirik khofi itu tidak sampai merusakkan iman akan tetapi tetap syirik dan justru berat sekali akibatnya. Justru merupakan sumber segala penyelewengan dan penyalah gunaan, sumber dari segala kedholiman. Dan umumnya orang tidak merasa, saking halusnya. Karuan se­kali kalau syirik jali - mempersekutukan Tuhan secara terang-terangan. Dia jelas-jelas ingkar terhadap Alloh, dia kafir tidak punya iman. Sedangkan kalau syirik khofi dia masih mempunyai iman masih percaya kepada Alloh, akan tetapi dengan diam-diam dia mengimbangi menandingi Alloh. Dia merampas atau menggasap hak-haknya Alloh, merong-rong kekuasaan Alloh, mengekup kekuasaan Alloh !. Mengapa tidak ?. Allohuqoodirun - Alloh yang berkuasa. Ini percaya. Akan tetapi di samping itu dia juga merasa kuasa merasa mempunyai kemampuan. Buktinya bisa berusaha bisa bekerja   bisa menjalankan. ibadah. Kalau tidak
karena usahaku.....dapatkah rizki jatuh sendiri dari langit?........
dan sebagainya.
Dosa syirik, sekalipun syirik khofi berat sekali siksa dan akibatnya. Firman Alloh  :
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِك بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (4-النساء:48)
Artinya kurang lebih  ;
"Sesungguhnya Alloh tidak memberi ampun jika dipersekutukan dan Alloh mengampuni dosa-dosa selain dosa syirik bagi orang yang IA kehendaki; dan barang siapa syirik Billah maka sungguh ia telah melahirkan dosa besar". (4 -An-Nisaak -48).
Dengan dasar firman Alloh itulah disamping pengamalan dzauqiyyah maka beliau SYekh Abi! Hasan Asy - Syadzali Ghoutsu Zamanihi rodiyallohu 'anhu memberikan peringatan :
مَنْ لَمْ يَتَغَلْغَلْ فِى عِلْمِنَا هٰذَا كَانَ (وَفِى رِوَايَةٍ مَاتَ) مُصِرًّا عَلَى الْكَبآئِرِ وَاِنْ عَمِلَ مَا عَلِمَ وَهُوَ لاَيَعْلَمْ
"Barang siapa tidak mencicipi ilmuku ini (sadar BILLAH) maka dia tetap membawa dosa besar sekalipun betapa banyak ibadahnya dan dia tidak menyadarinya".
Berat sekali akibat dan siksanya dosa syirik. Jangankan seperti kita-kita para ummat yang penuh berlumuran dosa, sedangkan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW yang Habiibulloh nomer satu, juga para Nabi dan para Rosul sebelum Kanjeng Nabi 'ala Nabiyyina wa 'alaihimus-sholaatu wassallam, yang beliau beliau tersebut sudah dijamin ma'shuum terpelihara dari dosa-dosa, masih juga diberi peringatan oleh Alloh SWT tentang syirik. Firman Alloh. ;
وَلَقَدْ اُوْحِىَ اِلَيْكَ وَاِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰاسِرِيْنَ.
Artinya kurang lebih :
"Dan sungguh telah diwahyukan kepada-Mu dan kepeda orang-orang (Nabi-Nabi) sebelum Engkau, jika Engkau melakukan syirik pasti amal-amal-Mu menjadi lebur. dan (oleh karenanya) Engkau termasuk golongan orang-orang yang mengalami kerugian besar". (39 - Az-Zumar - 65).
Begitu beratnya ancaman Alloh terhadap orang yang melakukan dosa syirik. Dosa tidak merasakan makna "LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH". Makin banyak ibadahnya makin besar dosanya, makin berat siksanya. Amal-amal yang baikpun ikut hancur lebur tiada gunanya tidak ada manfaatnya. Malah di samping tidak ada manfaatnya, besok di akhirot dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan.
Maka dari itu mujaahadatun-nafsi harus senantiasa terus menerus ditingkatkan di dalam tiap gerak dan laku!. Antara lain dengan terus menerus melatih hati LILLAH BILLAH. Dan jangan sampai berhenti karena merasa sudah bisa LILLAH BILLAH !. Dapatnya mengetrapkan LILLAH BILLAH itu juga harus merasa BILLAH !. Jangan merasa dapat LILLAH BILLAH sendiri. Dan dapatnya BILLAH yang kedua juga BILLAH !. Dan seterusnya.
Nafsu itu pandai sekali menggoda hati. Tidak hanya di dalam keadaan maksiat saja hati digoda dirayu oleh nafsu, akan tetapi justru di dalam keadaan tho'at pun makin kuat usaha dan tipu daya nafsu untuk menggelincirkan agar tho'atnya menjadi rusak menjadi ternoda. Buktinya ketika orang sedang di dalam sembahyang misalnya, nafsu menggoda dengan mengajak hati ingat ini ingat itu, bahkan mengakui itu bisa sembahyang; sembahyangku paling khusyu', orang-orang pada melihat aku, aku lebih baik lebih rajin lebih khusyuu' dari pada si Anu si Anu dan sebagainya. Maka timbullah 'ujub riyak takabbur ketika sedang sembahyang. Pokoknya, nafsu senantiasa mengintip mencari kesempatan dan siap siaga untuk mencaplok hati yang lengah, hati yang tidak ingat kepada Alloh, hati yang tidak merasa BILLAH !. Sekejap saja hati lengah, secepat kilat nafsu menguasai dan memerintah hati menyelewengkan arah tujuan pokok.. Jika hati menjadi sadar BILLAH kembali, nafsupun melarikan diri dengan sendirinya. Akan tetapi selalu siap untuk mengadakan serangan penggodaan berikutnya dengan cara yang lebih halus lagi. Maka dari itu kita harus senantiasa waspada dengan terus meningkatkan penerapan LILLAH BILLAH dan dibantu dengan Mujahadah - Mujahadah Sholawat Wahidiyah !.
Beliau Al Mukarrom Romo K.H. Abdoel Madjid Ma'roef Muallif Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah menganjur-amanatkan ke­pada kita agar supaya lebih memperbanyak membaca kalimah nidak :
يَاسَيِّدِى يَارَسُوْلَ الله
kapan dan dimanapun- kita berada dan ada kesempatan, di samping Mu­jahadah Wahidiyah pada waktu tertentu. Kita baca dengan lisan atau
dalam batin melihat situasi dan kondisi. Alhamdu Lillah besar sekali manfaatnya bagi hati di dalam menerapkan LILLAH BILLAH.
Kita bahas lagi tentang BILLAH. Sebab ini masalah pokok, masalah TAUHID, masalah IMAN yang paling menentukan. Ada perbedaan di dalam pengetrapan LILLAH dan BILLAH.
Pengetrapan niat LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada hal-hal yang tidak dilarang syari'at. Perbuatan atau tindakan yang dilarang syari'at, baik perbuatan lahir ataupun perbuatan batin sama sekali tidak boleh disertai niat LILLAH !.Seperti maksiat misalnya, sama sekali ti­dak boleh diniati sebagai ibadah LILLAH !. Maknanya tidak boleh di-kerjakan !.
Adapun kesadaran rasa BILLAH itu mutlak. Tidak terbatas melainkan menyeluruh. Menyeluruh dalam segala keadaan, situasi dan konsisi, dalam segala tingkah laku lahir maupun batin, harus . ... harus merasa BILLAH !. Tanpa kecuali. Tidak membe da - bedakan tho'at atau maksiat. Sekalipun di dalam keadaan maksiat (baik yang tidak disengaja ataupun yang disengaja), harus merasa BILLAH !.
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِالله
"Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh - Billah",
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ  (4-النساء:78)

"Katakanlah   (wahai Muhammad)  segala sesuatu itu datang dari Alloh". ( 4 - An-Nisaak - 78).
Orang maksiat yang tidak merasa BILLAH dosanya dobel. Pertama dosa maksiat itu sendiri, dosa melanggar syari'at, dosa melanggar larangan Alloh dan kedua dosa tidak sadar BILLAH. Bahkan dosa yang kedua ini yang lebih berat. sebab termasuk dosa syirik sekalipun syirik khofi, syirik secara samar-samar. Bidang TAUHID harus begitu. Harus BILLAH !.
Hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa kita diperboleh melakukan maksiat asal sudah bisa BILLAH. Tidak, tidak berarti begitu. Perkara boleh atau tidak, itu bidang syari'at bidang LILLAH !. Sedang BILLAH adalah bidang iman, bidang TAUHID !. Kita harus mengisi segala bidang !. Kita isi sepenuh mungkin !. Di dalam bidang syari'at, maksiat tetap maksiat, dilarang menjalankannya. Harus dicegah dan dihindari sekuat mungkin !. Apabila terpaksa menjalankan maksiat harus diakui itu terlarang tidak boleh dikerjakan. Maka harus cepat-cepat menghindar dan bertobat. Di dalam kita menghindarkan diri dari maksiat dan bertobat itulah yang harus disertai niat LILLAH disamping sadar BILLAH senantiasa ! . Begitu seterusnya !.
Ayat berikutnya yakni Ayat nomer 79 An - Nisak berbunyi  :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (4-النساء:79)

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Alloh, dan apa saja bencana yang menimpa dirimu adalah dari kesalahan dirimu sendiri." (4 - An-Nisak - 79).
Ini contoh bagaimana kita mengisi bidang syari'at dan bidang adab. Apa yang kita rasakan baik harus kita sadari itu dari pemberian Alloh, maka kita harus meningkatkan syukur kita kepada Alloh. Dan apa yang kita rasakan tidak baik harus kita akui dengan jujur bahwa itu adalah akibat perbuatan dan kesalahan kita. Akibat
dosa-dosa kita. Maka harus secepatnya bertobat memohon ampun dan memperbaiki hal-hal yang kurang baik. Harus merobah sikap atas perbuatan yang kurang baik tadi !.
Begitu pengetrapan segi LILLAH segi syari'atnya. Adapun segi B1LLAH, segi Tauhid, harus kita sadari kita rasakan bahwa semua itu BILLAH.
LAA HAULA WALAAQUWWATA ILLA BILLAH. "QUL KULLUM-MIN 'INDILLAH" seperti diatas.
Alhamdu Lillah !. Bifadillahi wa rohmatih, wabisyafaa'ati Rosuulil-
lahi SAW wa tarbiyatih, wa bibarokati wa nadhroti wa karomati Ghoutsi Haadzaz-Zaman wa A'waanihi wa saairi Auliyaai - Ahbaabillahi rodiyallohu Ta'ala 'anhum, alhamdu Lillah kita para Pengamal Wahidiyah dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah di karuniai bertambah kuat daya tahan mental hati kita dari godaan-godaan dan pengaruh jahadnya nafsu sehingga di karuniai lebih mudah dan bertambah-tambah di dalam mengetrapkan LILLAH —BILLAH, sekalipun masih harus senantiasa usaha kearah peningkatan yang lebih baik lagi !.
ALHAMDU LILLAH, HAADZA MIN FADLI ROBBI !.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّىْ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَتاَناَ * بِالْوَاحِدِيَّةِ بِفَضْلِ رَبِّناَ
(Segala puji bagi Allob yang telh mendatangkan kepada kami Sholawat Wabidiyah dan Ajaran Wabidiyah dengan fadlol Tuhan kami).
يَاسَيِّدِى الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ * عَلَيْكَ يَارَءُوْفُ يَارَحِيْمُ
(Duhai Pemimpin kami, sholawat dan salam semoga tercurah ke pangkuan-Mu duhai Kanjeng Nabi yang bersifat rouf, duhai Kanjeng Nabi yang bersifat kasih sayang).

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (9-التوبة:128)
"Sesungguhnya telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terbadap orang-orang mukmin".
وَالآلِ قَدْ اُسْرِعَتْ الْحَوَآئِجُ * بِكَ الْهُدَى الرِّضَا الْفُتُوْحُ الْفَرَجُ
(Dan begitu juga (sbolawat serta salam semoga tercurah) kepada Keluarga-Mu duhai Kanjeng Nabi. Sungguh, berhasilnya bermacam-macam hajat, datangnya berbagai petunjuk dan keridloan Alloh dan terbukanya hati (serta jalan) sehingga bisa keluar dari bermacam - macam kesulitan dan kesempitan, semua itu telah dipercepat (bagi kami), sebab memperoleh jasa-jasa baik dari Engkau duhai Kanjeng Nabi).

اَنْتَ الْمُشَفَّعُ الشَّفِيْعُ اشْفَعْ لَناَ * عِنْدَ الْكَرِيْمِ عَبَدًا وَرَبِّناَ
(Engkau duhai Kanjeng Nabi yang dapat mensyafa'ati dan diterima syafa'atnya; syafa'atilah kami disisi Tuhan Maha Mulya, dan didik serta bimbinglah kami selama-lamanya !).
Begitulah pada hakekatnya, sebab yang mutlak dari segala fadlol dan robmat Alloh SWT itu, bahkan sebab diciptakannya seluruh makhluq ini, tidak lain adalah Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad shollallohu ‘alaihi wassallam. Oleh sebab itu kita wajib syukur dan sadar atau ma'rifat atau mengenal lahir batin kepada Kan­jeng Nabi SAW.
Cara bersyukur terima kasih kepada Kanjeng Nabi SAW yang praktis dan meliputi yalah dengan mengetrapkan dalam hati "LIRROSUL— BIRROSUL" disamping merasa "Bihaqiiqotil Muhammadiyyah"

mengukir matahari kesadaran dalam perjuangan





Monday 27 February 2012

Hati-hati dengan Hatimu


HAL MENJERNIHKAN HATI

Alloh SWT Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pengatur, menciptakan manusia dengan memberinya dua macam kekuatan. Yaitu kekuatan jasmani dan kekuatan rohani, atau kemampuan yang bersifat lahiriyah dan kemampuan yang bersifat batiniyah. Manusia terdiri dari dua macam badan, badan jasmani atau badan wadag dan badan rohani atau roh atau jiwa. Dan masing-masing badan itu oleh Alloh SWT di berikan kekuatan atau kemampuan yang berbeda-beda sifat dan dayanya. Hanya manusia yang diberi dua macam kekuatan seperti itu. Makhluq-makhluq selain manusia baik itu golongan Malaikat ataupun bangsa Jin dan makhluq jenis halus lainnya lebih-lebih makhluq jenis kasar, tidak diberi dua macam kekuatan seperti yang diberikan kepada manusia. Bangsa Jin mungkin memiliki dua kekuatan seperti itu akan tetapi terbatas, tidak seluas yang dimiliki oleh manusia. Buktinya yaitu bahwa Nabi Sulaiman pernah merajai manusia dan sekaligus bangsa Jin dan makhluq-makhluq lain, sedangkan belum pernah kita mendengar ada bangsa Jin yang membawahi manusia. Malaikat dalam beberapa hal menempati tingkatan yang lebih tinggi dari pada manusia akan tetapi terba­tas. Terbatas mengerjakan tugas-tugas tertentu. Ada yang membaca tasbih saja, ada yang bertakbir saja, ada yang hanya bertahmid saja, ada yang terus menerus membaca sholawat kepada Nabi SAW saja, ada yang terus menerus ruku', ada yang tiada henti-henti sujud dan sebagainya. Bahkan banyak tugas-tugas yang dijalankan oleh para Malaikat justru diperuntukkan bagi umat manusia. Bahkan lebih lagi dari pada itu. Segala apa yang di langit dan di bumi ini oleh Alloh dibikin tunduk kepa­da manusia, diperuntukkan bagi umat manusia supaya sebaik-baiknya dimanfaatkan bagi kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirot. firmanNya

"Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-NYA lahir dan batin". (31-Luqman:20)

Demikian kasih sayang Alloh SWT kepada manusia hamba-NYA. lni perlu kita renungkan sebagai mendahului pembahasan Masalah menjernihkan hati dan agar supaya kita manyadari tempat kedudukan kita manusia di antara makhluq-makhluq lain ciptaan Tuhan, sehingga kita dapat teras senantiasa meningkatkan syukur terima kasih kita kepada-NYA.
Kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang dimiliki oleh manusia itu tadi tidak lain agar supaya dipergunakan untuk mendatangkan sebesar-besarnya manfaat guna memperoleh dan membina hidup selamat sejahtera dan bahagia materiil dan spirituil, lahir dan batin di dunia dan di akhiratnya kelak. Dan sebagai insan sosial, kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan perangkat pemberian Tuhan baginya untuk mengemban tugas sebagai "kholifah" atau "wakil" Alloh SWT di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Alloh SWT kepada manu­sia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang digariskan Alloh SWT. Sebagaimana firman-NYA di dalam Al Qur'an:

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya Aku berhak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (2-Al Baqoroh : 30)

Kekuatan lahiriyah, seperti kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal fikiran atau rasio, Akal fikiran atau rasio itu sendiripun tergolong ke­kuatan lahir. Betapapun besarnya kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila dibandingkan dengan kemampuan batin atau kemampaan jiwa manusia, Kekuatan lahir hanya bisa berhubungaa dengan alam lahir alam nyata, sedangkan kekuatan jiwa manu­sia dapat menembus alam ghaib, dapat menjelajahi alam metafisika, bahkan  dapat mengadakan  komunikasi dengan  alam luar  manusia, dengan alam Jin dan alam Malaikat bahkan dapat beraudensi dengan Tuhan pencipta seluruh alam.
Pusat segala kegiatan manusia baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani terletak di dalam hatinya. Hati merupakan "Pusat Komando" dari segala macam gerak dan laku manusia. Bahkan di samping sebagai Pusat Komando, sekaligus merupakan "motor penggerak" yang menggerakkan segala perilaku dan perbuatan manusia, Perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun perbuatan yang merugikan, semuanya itu dikomando dan digerakkan oleh hati.
Di dalam hati manusia sama-sama bermarkas dua macam "dewan" yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu "Dewan Perancang Kebaikan", dan satunya lagi "Dewan Perancang Kejahatan". Siapa diantara dua dewan itu yang dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia. Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai "Dewan Pertimbangan", dan tidak memegang peranan yang menentukan.

Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat atau mendengar, atau mungkin pernah bahkan sering mengalami sendiri bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar dan yang batal, dapat mengetahui mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mengerti itu halal ini haram, mengerti itu boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya, akan tetapi di dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan, yang buruk dikerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari, yang merugikan justru dimasuki yang haram dikejar-kejar, yang halal tidak dihiraukan, yang benar tidak diikuti, yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati pada waktu itu  adalah  "Dewan Perancang. Kejahatan".  Ilmu pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manusia tidak mampu mengendalikannya, tidak mampu mengarahkan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang dimilikinya. Jika seorang pencuri ditanya, apakah perbuatan mencuri itu baik ?. Pasti menjawab tidak baik. Siapapun jika ditanya apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan atau menyakiti orang lain itu diperbolehkan ?. Semua akan menjawab, tidak!, Bahkan semua orang mengerti bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat terkecam. Tetapi nengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang bahkan oleh banyak orang ?. Tidak lain karena didorong oleh keinginan nuruti nafsu yang bersarang di dalam hati yang sudah dikuasai olen "Dewan Perancang Kejahatan" tersebut.
Jelasnya, manusia akan menjerumus kepada kejahatan dan kehancuran apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu yang berkuasa dan memerintah sebagai "Dewan Perancang Kejahatan". Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik akhlaqnya, baik perangai dan pekertinya, baik perbuatannya, apabila hatinya dipimpin oleh "Dewan Perancang Kebaikan", dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu maka hati manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan dari hama penyakitnya hati dengan menempatkan "Dewan Perancang Kebaikan" sebagai pimpinan yang bijaksana di dalam dirinya !.
Betapa tepat dan bijaksananya Rosuululloh SAW telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabda-Nya :

اِنَّ فِى الْجَسَدِ لَمُضْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلَّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلَّهُ الاَزَهِيَ الْقَلْبُ (رواه البخارى)
"Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati". (Hadits riwayat Imam Bukhori).

Atas dasar hadits. Hadits tersebut antara lain maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan sebagai berikut:
تَزْكِيَةُ النَّفْسِى عَنِ الرَّذَائِلِ وَجِبَةٌ (كفاية الاتقياء)

“Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib". (Kitab Kifayatul Atqiya).


Wajib di sini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin dunia dan akhirat. "Tazkiyatunnafsi" atau membersihkan hati maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al Qur'an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf 'alaihissalam tentang tekad Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu sebagai berikut:

وَمَا اُبَرِّىءُ نَفْسِي اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ بِالسُّؤِ اِلاَّمَارَحِمَ رَبِّيْ (١٢-يوسف: ۵٣)

"Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Tuhanku". (12 Yusuf: 53).

Membersihkan hati, istilah yang populer sekarang disebut operasi mental.

"Operasi mental" yang dialami oleh Rosuululloh SAW ketika akan menjalani Isrok Mi'roj merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti oleh para ummat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tersebut, di mana kotoran-kotoran yang terdapat di dalam hati Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam dikeluarkan dan kemudian dimasukkan iman, islam, ihsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam perjalanan Isrok dan Mi'roj, semua dapat diatasi dengan sempurna dan sukses menghadap ke hadirot Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para ummat, antara lain sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh orang/masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pelajaran dan pendidikan, lewat sistim da’wah dan penerangan-penerangan agama, menggunakan mass media surat-surat kabar, majalah, radio, TV dan buku-buku, melalui perkumpulan atau organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan. Masing-masing dengan methoda dan sistimatika yang berbeda-beda.
Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya "Dewan Perancang Kejahatan" seperti tersebut di atas.
Mengingat makin menghebatnya pengaruh-pengaruh dari berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh negatif yang menyuburkan tumbuhnya "Dewan Perancang Kejahatan", maka operasi mental atau membersihkan dan menjernihkan hati harus secara terus menerus diusahakan oleh setiap orang. Di samping dengan cara-cara operasi mental seperti di atas dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama ini, masih ada satu cara yang belum banyak dilakukan orang. Yaitu pendaya gunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a memohon HIDAYAH, memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.
Pendaya gunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT baik yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok (berjama’ah bersama-sama), jika dibandingkan dengan pendaya gunaan potensi lahiriyah dalam bentuk bekerja, berkarya dan bentuk-bentuk aktifitas atau kegiatan lahiriyah lainnya, adalah masih sangat tidak seimbang. Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada Alloh SWT. Pada hal seperti disebutkan di muka, kedua kekuatan, ke­kuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama anugerah pemberian Tuhan itu harus dimanfaatkan secara harmonis dan berkeseimbangan dengan kebutuhan hidup serta saling isi mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa HIDAYAH Alloh SWT adalah "mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa HIDAYAH dan PETUNJU'K! Alloh, manusia pasti sesat dan menjerumus kepada kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiah atau ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya apabila tidak disertai memperoleh HIDAYAH dari Alloh SWT, maka ilmu-ilmu itu tidak akan mampu meletakkan benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketentraman jiwa dan kesehatan mental, Bahkan boleh jadi justru ilmu-ilmu yang tidak disertai HIDAYAH Alloh itu malah menyuburkan bercokolnya "IMPRIALIS NAFSU" sebagai "Dewan Perancang Kejahatan" di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul rasa kebanggaan, rasa diri berilmu, berkemampuan, berkuasa, rasa diri lebih dari orang lain, selanjutnya lalu muncul bendera "ke-aku-an", egoisme atau ANANIYAH. ilmu yang seharusnya menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang bersih, dalam prakteknya disalah gunakan men­jadi polusi jiwa (pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus sehingga yang bersangkutan tidak merasa.
Dalam hubungan antara ilmu dan hidayah, Rosululloh SAW telah memperingatkan kita dengan sabdanya :

مَنْ اِزْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ اِلاَّبُعْدًا (رواه الديلمى)
Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambaH hidayahnya, maka tidak menjadi bertambah (dekatnya) melainkan semakin jauh dari Alloh."(Riwayat Dailami ~ Al Ibya awal — 59).

Orang yang jauh dari Alloh tidak akan mendapat hidayah. Barang siapa tidak mendapat hidayah Alloh pasti sesat jalan dan akhirnya sengsara dan mengalami kehancuran. Maka oleh karena itu, di samping ilmu pengeta­huan harus kita pelajari, harus kita tuntut, ilmu pengetahuan apa saja terutama yang ada hubungannya dengan soal-soal membersihkan hati, yang berkaitan dengan masalah operasi mental untuk memperoleh ketenangan batin dan ketentraman jiwa, tidak boleh diabaikan yaitu usaha memperoleh HIDAYAH Alloh SWT.

Apakah HIDAYAH dari Alloh dapat diperoleh atau diusahakan dengan upaya manusia ? Jawabnya tegas, dapat !. Firman Alloh dalam Al Qur'an Surat No. 29-Al Ankabtut Ayat 69 berbunyi:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا. (٢۹-الكنبوت: ٦۹)

Artinya kurang lebih:
'Dan arang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) KAMI, sungguh-sungguh akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI".

Berjihad disini artinya bersungguh-sungguh atau berusaha dengan sungguh-sungguh. Berusaha mencari keridloan-NYA, berusaha menuju kepada-NYA untuk memohon Hidayah-NYA,
Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh memohon kepada Alloh SWT itu disebut "MUJAHADAH". Tentang hubungan antara HIDAYAH dan MUJAHADAH, Imam Ghozali mengatakan di dalam kitab Ihya-nya:

اَلْمُجَاهَدَةُ مِفْتَاحُ الْهِدَايَةِ لاَمِفْتَاحَ لَهَا سِوَاهَا (الإحياء اول:٣۹)
"Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain mujahadah".

Ada banyak sekali macam dan jenisnya do’a yang dilakukan orang, dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa negara atau bahasa daerah masing-masing, dan mengikuti tuntutan agama atau kepercayaan yang dianut sendiri-sendiri. Rosululloh shollalohu 'alaihi wasalam bersabda :

اَلدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنْ
“Doa adalah senjatanya orang mukmin ".

Ibarat "senjata", maka daya keampuhan dan kegunaannya do’a juga berbeda-beda, Antara lain berkaitan dengan pribadi dan kepribadian pencipta do’a, tujuan dan kepentingan apa do’a itu dicipta,  situasi dan kondisi pada waktu do’a itu dicipta, susunan redaksi do’a, kaifiyah (cara pengalaman) dan adab-adab ketika berdo’a dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdo’a. Misalnya hudlurnya hati kekhusyuannya, keikhlasannya, kemantapan hatinya dan sebagainya.
Di dalam Islam, Rosululloh SAW memberikan tuntutan bermacam-macam do’a. Hampir setiap gerakan ada do’anya. Ada do’a ketika akan makan, selesai makan, ketika berpakaian, do’a di waktu pagi, di waktu sore hari, saat akan tidur, ketika bangun tidur, waktu ke luar rumah, ketika masuk rumah dan sebagainya. Di samping do’a pada setiap melakukan gerakan seperti itu, masih banyak lagi do’a-do’a untuk sesuatu hajat atau kepentingan. Baik dari tuntunan Rosululloh SAW maupun yang dicipta oleh para Sahabat dan para ulama, Namun sayangnya hanya sedikit sekali dilakukan oleh umat Islam sendiri.
Para ulama, terutama Ulama Shufi. berpendapat bahwa do’a yang paling dekat diijabahi oleh Alloh SWT istilah bahasa Jawa paling mandi adalah do’a Sholawat. Dan pendapat ini cocok dengan kenyataan. Lebih-lebih di dalam zaman mutakhir ini Insya Alloh tentang Sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW ini akan dibahas dalam bab tersendiri di belakang. Secara umum mengenai faedah dan manfaat do’a Sholawat kepada Kan­jeng Nabi SAW bagi si pembaca Sholawat adalah seperti yang dikatakan oleh Syekh Hasan Al'Adawi di dalam syarah kitab "Dalailul Khoirot" yang kemudian dibenarkan dan didukung oleh para Ulama Shufi lainnya yaitu sebagai berikut:

اِنَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَنْوِرُالْقُلُوْبَ وَتُوْصِلُ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ اِلَى عَلاَمِ الْغُيُوْبِ. (سعادة الدارين:٣٦)

"Sesungguhnya membaca Sholawat kepada Nabi SAW itu bisa menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Mengetahui perkara gaib ".                                          (Sa 'adatud—Daroini hal. 36).

"menerangi hati-hati menjadi padang, jernih dan tentram. "mewusulkan" mengantarkan dan menyampaikan kepada tingkat kondisi batiniyah yang sadar kepada Alloh SWT;
Ada banyak sekali macamnya do’a Sholawat. Berpuluh, beratus, beribu-ribu, bahkan berpuluh ribu macam sholawat. Masing-masing sholawat dikaruniai faedah dan manfaat yang berbeda-beda, manfaat duniawi dan manfaat ukhrowi, manfaat lahir dan manfaat batin, manfa­at yang hubungan dengan hal-hal yang bersifat material dan hal-hal yang bersifat moral dan spiritual. Bertalian dengan kebutuhan untuk kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa, sudah sewajarnya kita memilih Sholawat yang dikaruniai manfaat dan faedah yang kita butuhkan tersebut.

Alhamdu Lillah dengan fadlol Alloh SWT pada kira-kira awal tahun 1963 M, Alloh SWT melimpahkan kurnia taufiq dan hidayah-NYA dengan tersusunnya "SHOLAWAT WAHIDIYAH" dari Pondok Pesantren Kedunglo Desa Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kotamadya Kediri Propinsi jawa Timur, yang kemudian oleh Muallifnya yakni Almukarrom Shohibul Fadiilah, Asy-Syekh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma'roef Pengasuh Pondok Pesantren tersebut diijazahkan (diberikan ijin pengamalan) secara umum dengan ijazah mutlak kepada masyarakat luas tidak pandang dari golongan, aliran, bangsa dan negara manapun juga serta tidak membatasi tingkatan dan umur berapa saja. Pokoknya tidak pandang buru, siapa saja dan tanpa ada syarat-syarat.
Sekali lagi Alhamdu Lillah mengamalkan SHOLAWAT WAHIDIYAH dikaruniai faedah berupa kejernihan hati, ketenangan batin dan ke­tentraman jiwa sehingga menjadi lebih banyak ingat dan sadar kepada Alloh Wa Rosuulihi shollallohu 'alaihi wasallam. Dan di samping kejer­nihan hati, juga dikaruniai manfaat lainnya berupa antara lain soal kesehatan, soal kerukunan dalam rumah tangga, soal kelancaran usaha dan pekerjaan, soal kecerdasan dan perbaikan akhlaq di kalangan kanak-kanak dan remaja, dan masih banyak lagi manfaat yang dialami oleh mereka yang sudah mengamalkan Sholawat Wahidiyah tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kukuh. Jiwa yang tentram dan stabil sehingga berhasil wushul, sadar ma'rifat kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW, suatu kondisi batiniyah yang menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin dunia sampai akhirot yang mendapat ridlo Alloh SWT ! Amiin!.